TABANAN, Kilasbali.com – Produksi gula semut di Desa Karyasari, Kecamatan Pupuan, rupanya terhenti sejak beberapa tahun terakhir ini.
Aktivitas produksi gula semut dibawah pengelolaan BUMDes Karyasari itu mandeg lantaran seluruh mesin pengolahnya hilang akibat longsor pada 2023 lalu.
Sekadar diketahui, longsor saat itu membuat kantor Desa Adat dan gudang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Karyasari tersebut ambles.
“Sekarang masih tutup dulu karena belum dapat mesin-mesin itu,” ungkap Perbekel Karyasari, I Wayan Muliastra, Jumat (30/5).
Menurutnya, kondisi ini sudah dilaporkan kepada dinas terkait bersamaan dengan terjadinya musibah longsor tersebut.
Hanya saja, karena pengadaan mesinnya memerlukan anggaran, pihaknya diminta untuk menunggu terlebih dulu.
“Ya kami tunggu dulu karena dalam penganggaran kan berproses,” imbuh Muliastra.
Kendati demikian ia berharap pengadaan mesin produksi itu bisa segera terakomodasi oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan agar desanya bisa memproduksi gula semut lagi.
Gula semut sempat menjadi produk lokal yang diunggulkan Desa Karyasari. Ini karena sejak lama Desa Karyasari aktif memproduksi gula aren.
Sebelum musibah longsor terjadi, Pemerintah Desa Karyasari lewat BUMDes yang dimiliki aktif memproduksi gula semut sebagai produk olahan dari gula aren.
Bahan baku gula semut sama dengan gula aren yakni nira atau air bunga pohon enau yang oleh orang Bali biasa disebut tuak jaka.
Bedanya ada pada proses pembuatannya. Gula semut merupakan gula aren yang dihancurkan hingga menyerupai gula pasir dan memiliki kadar air rendah.
Untuk mengurangi kadar airnya, gula aren tersebut diolah lagi. Selain itu, gula semut juga melalui proses penghancuran dan diayak hingga menjadi serbuk.
Dari sisi harga, gula semut relatif mahal. Satu kilogramnya bisa Rp 80 ribuan. Berbeda dengan gula aren yang berkisar antara Rp 29 sampai Rp 30 ribu.
Di tingkat kabupaten, gula semut juga menjadi produk lokal unggulan Tabanan. Gula semut sering diikutsertakan dalam pameran-pameran industry atau UMKM. (c/kb)