TABANAN, Kilasbali.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tabanan menghentikan penanganan dua laporan dugaan intimidasi di masa kampanye Pilkada 2024 yang dibuat Mangku Pura Melanting Pasar Umum Tabanan, I Ketut Widiana, dan salah seorang warga Banjar Kesiut Tengah Kaja, Desa Kesiut, Kecamatan Kerambitan atas nama I Nengah Hery Putra.
Penghentian penanganan dua laporan tersebut ditetapkan Bawaslu Tabanan dalam rapat pleno yang diselenggarakan pada Sabtu (12/10). Dalam rapat pleno tersebut, jajaran pimpinan Bawaslu Tabanan menyimpulkan bahwa dua laporan tersebut tidak terbukti sebagai pelanggaran pemilihan.
Khususnya lagi, kedua laporan itu tidak memenuhi unsur pasal yang disangkakan yakni Pasal 182 A atau Pasal 187 ayat (2) juncto Pasal 69 huruf d Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang beserta perubahannya.
Ketua Bawaslu Tabanan, I Ketut Narta, mengkonfirmasi hasil pleno terhadap dua laporan dugaan intimidasi tersebut pada Minggu (13/10). “Dari kajian kami, tidak terpenuhi unsur pidana pemilihan sesuai Pasal 182 A dan 187 ayat (2),” jelas Narta.
Ia menjelaskan, dalam proses klarifikasi pihak saksi menyatakan tidak ada intimidasi begitu juga dengan keterangan terlapor. “Ini yang membuat kami sempat memerlukan pendalam. Keduanya (laporan) sama,” imbuhnya.
Narta mengungkapkan bahwa dalam laporan yang dibuat I Ketut Widiana dijelaskan bahwa ia marah karena video permintaan maafnya viral.
“Waktu kejadian tidak ada ancaman kekerasan. (Kasus) Kesiut juga tidak ada (intimidasi). Dia (pelapor) hanya tersinggung dengan kata pamannya (terlapor),” beber Narta.
Di awal sambungnya, pihaknya memutuskan untuk menindaklanjuti kedua laporan tersebut karena memenuhi syarat formil dan materiil sesuai ketentuan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Adapun syarat formil itu meliputi identitas pelapor, nama dan domisili terlapor, waktu penyampaian pelaporan tidak melebihi ketentuan paling lama tujuh hari terhitung sejak diketahuinya atau ditemukannya dugaan pelanggaran, kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan dengan kartu identitas.
Sementara, syarat materiilnya meliputi waktu dan tempat kejadian dugaan pelanggaran, uraian kejadian dugaan pelanggaran, dan bukti.
Berdasarkan itulah, pihaknya kemudian melakukan pembahasan pertama dengan unsur Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Dalam pembahasan itu masing-masing unsur mencari pasal yang diterapkan dalam laporan tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. “Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 itu hanya ada dua pasal yang mengatur kekerasan. Yakni Pasal 182 A dan Pasal 187 ayat (2),” jelasnya.
Selanjutnya, Bawaslu Tabanan melaksanakan klarifikasi dengan mengundang pelapor, terlapor, dan saksi-saksi untuk meminta keterangan lengkap sesuai dengan laporan awal yang dibuat masing-masing pelapor.
“Kami dalam klarifikasi khusus menanyakan unsur-unsur dua pasal itu. Fokusnya di sana saja. Tidak keluar dari sana. Dalam pembahasan kedua, masing-masing unsur (Sentra Gakkumdu) membuat kajian. Dari kajian itu, tidak ada terpenuhi unsur pidana pemilihan sesuai Pasal 182 A dan 187 ayat (2),” pungkasnya. (c/kb).