TABANAN, Kilasbali.com – Rancangan peraturan daerah atau ranperda Penataan Banjar Dinas yang disodorkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan diharapkan bisa mengatasi berbagai persoalan pembangunan di lapisan pemerintah terbawah.
Ranperda Penataan Banjar itu sendiri sekarang sudah dalam pembahasan di DPRD Tabanan melalui Panitia Khusus (Pansus) II. Seperti yang terlaksana pada Rabu (2/7), Pansus II menggelar rapat kerja dengan jajaran eksekutif yang mewakili pemerintah daerah.
Ketua Pansus II, I Gusti Nyoman Omardani, menyebutkan bahwa keberadaan Perda Penataan Banjar mendesak untuk diterapkan mengingat moratorium pemekaran sudah berjalan hampir lima belas tahun.
Di sisi lain, dalam kurun waktu tersebut, berbagai persoalan pembangunan di tingkat banjar muncul beraneka ragam. Terlebih yang bersifat pelayanan publik.
Berbagai persoalan itu muncul karena beberapa sebab, misalnya jumlah populasi yang timpang antar banjar atau kondisi geografis banjar yang menyulitkan jangkauan pelayanan.
“Ada banjar yang (jumlah) penduduknya lebih dari dua ribu orang. Di sisi lain ada banjar yang (jumlah penduduknya) hanya tiga ratus. Ini menyulitkan pemerintah desa dalam memberikan pelayanan yang merata,” ungkap Omardani usai memimpin rapat kerja.
Karena itu, dalam rancangan perda mengenai Penataan Banjar nantinya akan diatur mengenai skema penghapusan, pemekaran, hingga penggabungan banjar dinas.
Ketiga skema itu akan mengacu pada beberapa indikator teknis seperti jumlah penduduk, luas wilayah, hingga jangkauan wilayah pelayanan.
Secara teknis, syarat dari tiga skema itu akan dijabarkan lagi ke dalam peraturan bupati atau perbup yang disusun oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD).
Hal penting lainnya, sambung Omardani, ranperda ini juga membuka ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengusulkan penataan banjar dinas.
Di luar itu, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengajukan penataan atas dasar pertimbangan strategis seperti keamanan dan ekonomi.
Pentingnya aturan mengenai penataan banjar dinas ini juga didasari perubahan aturan secara nasional. Di masa lalu, cantolan hukum penataan banjar dinas masih mengacu pada Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 72 Tahun 2005.
Saat ini, peraturan itu telah tergantikan dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Karena itu, aturan mengenai penataan banjar dinas perlu disesuaikan kembali.
“Kami melihat regulasi yang lama sudah kedaluwarsa, baik dari sisi nomenklatur maupun substansinya. Ini harus segera direvisi,” pungkas Omardani yang juga Ketua Komisi I ini. (c/kb)
Keterangan Foto :
Pembahasan ranperda tentang Penataan Banjar Dinas antara Pansus II dengan jajaran eksekutif yang mewakili Pemkab Tabanan pada Rabu (2/7).