TABANAN, Kilasbali.com – Keberadaan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) pada tiap desa di Kabupaten Tabanan menjadi ujung tombak ruwetnya pengelolaan sampah yang kian hari semakin menjadi persoalan.
Tak ayal, keberadaan TPS 3R ada yang berjalan efektif dan sebagian lagi ada yang tidak. Nah, TPS 3R Madu Asih di Desa Bongan, Kecamatan Tabanan, termasuk yang aktif sejak berdiri pada 2022 lalu.
Sejak berdiri sampai dengan sekarang, TPS 3R itu kini mengelola sampah dari 600 KK atau kepala keluarga. Itupun dengan struktur organisasi yang terbilang ramping. Terdiri dari satu orang manajer dan lima petugas.
Praktis, sudah tiga tahun ini TPS 3R Madu Asih sudah beroperasi, tentu dengan segala tantangan dan lika-likunya.
Apalagi, persoalan sampah dari waktu ke waktu semakin kompleks. Kendati regulasi atau aturan sudah dibuat dalam berbagai macam format.
Seperti diungkapkan Perbekel Desa Bongan, I Ketut Sukarta, yang paling penting di saat sekarang adalah proses pemilahan di tingkat rumah tangga. Sebab, sesuai aturan, pengelolaan sampah semestinya sudah dalam keadaan terpilah dari sumbernya.
“Kalau kami lihat sekarang, kebiasaan seperti yang menjadi imbauan, mengolah sampah dari sumbernya masih kurang. Dalam artian, di rumah tangga, sampah seharusnya sudah dipilah,” kata Sukarta belum lama ini.
Pemilahan itu tentu disesuaikan dengan jenis sampahnya, seperti anorganik seperti plastik salah satunya, organik seperti sampah dapur dan beberapa contoh lainnya, hingga residu seperti botol atau beling.
“(Kesadaran) ini yang masih rendah. (Sampah) masih dicampur jadi satu. Termasuk sisa makanan atau sampah dapur. Belum lagi residu, pampers, plastik, semuanya jadi satu dibawa ke TPS 3R,” sebutnya.
Memang, sambung Sukarta, di TPS 3R juga berlangsung proses pemilahan. Hanya saja, proses itu juga tidak ditunjang dengan sarana atau peralatan yang memadai. Belum lagi bila terjadi situasi tertentu seperti sampah organik yang berlebih sehingga tidak bisa terolah.
“Di samping itu, tenaga yang ada juga terbatas. Karena anggaran (terbatas). Kecuali rekrut 20 orang. Sekarang ini kami hanya ada lima orang,” bebernya.
Selesai proses pemilahan, pengelola TPS 3R akan melanjutkan proses berikutnya yakni membawa sampah-sampah residu ke TPA Mandung. Menurutnya, kalau saja ada mesin pengolah sampah residu, tentu volume sampah residu yang diangkut ke TPA Mandung akan berkurang.
“Kalau ada mesin pengolah residu, mungkin (sampah ke TPA Mandung) akan berkurang. Karena, masing-masing sudah diselesaikan di sini (TPS 3R). Jadi tidak membebani TPA lagi,” tukasnya.
Selebihnya, perlakuan terhadap sampah plastik. TPS 3R Madu Asih sudah bekerja sama dengan pihak ketiga di Kecamatan Marga melalui mekanisme jual beli dalam volume yang sudah disepakati.
“Tergantung (volume sampah plastik) yang ada setelah hasil pemilahan. Biasanya satu mobil engkel akan diangkut. Hasil penjualannya dikelola kembali oleh pengurus TPS 3R,” jelasnya.
Menurut Sukarta, dalam kondisi saat ini, pengelolaan sampah oleh TPS 3R tidak bisa berorientasi pada keuntungan ekonomis. Karena keadaan-keadaan seperti yang ia sebutkan sebelumnya.
Karena itu juga, tiap tahunnya Pemerintah Desa Bongan masih tetap memberikan dukungan anggaran di kisaran Rp 70-75 juta. Itupun penggunaannya untuk membiayai honor petugas di TPS 3R dan selebihnya untuk operasional.
“Kami rasa semua TPS 3R sama. Beli bisa dapat untung dari pengelolaan sampah. Sehingga tiap waktu perlu di-support anggaran,” pungkasnya. (c/kb)