GIANYAR, Kilasbali.com – LPD bermasalah di wilayah Gianyar terus bermunculan. Kali ini giliran krama yang menjadi nasabah di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Begawan, Melinggih Kelod, Payangan, yang dirundung rasa was-was. Karena sekitar Rp 22 miliar hingga kini tidak dapat dipertanggungjawabkab oleh pihak pengelola.
Dari keterangan yang diterima, Selasa (11/1), kecurigaan warga bahwa LPD setempat bermasalah, sujatinya sudah dirasakan sekitar empat tahun sebelumnya. Berawal dari kegundahan salah seorang nasabah atas nama Wayan Lentara Yasa yang mendepositokan uang sebesar Rp 300 juta sejak sejak 2014.
Lima tahun kemudian, yakni tahun 2019, Yasa hendak menarik depositonya untuk keperluan upacara adat. Namun sayang, pihak pengelola tidak bisa melayani dengan dalih kas sedang kosong. Secara berkala Yasa terus mempertanyakan nasib depositonya, namun jawabannya tetap sama, hingga membuat dirinya curiga dengan kesehatan LPD setempat.
Rasa was-was Yasa ini pun dirasakan oleh nasabah lainnya. Hingga waktu berjalan hingga dua tahun lebih, meraka tetap tidak bisa menarik depositonya. Karena harapan mereka tak kunjung terpenuhi, para nasabah pun meminta pertimbangkan ke praktisi hukum, yakni Diana Ivory.
Dengan harapan penyelesaian secara kekeluargaan, para nasabah ini berupaya melakukan pendekatan dengan pihak pengelola LPD. Hingga terjadi upaya mediasi dengan sejumlah negosiasi mnya, namun tetap mentok. Lelah dengan upaya ini hingga tahun ke empat, para nasabah akhirnya sepakat mencari kuasa hukum.
“Dari kalkulasi para nasabah Deposito yang tidak bisa dicairkan ini mencapai Rp 22 miliar,” paparnya.
Diana Ivory yang mendampingi para nasabah ini menyebutkan, dalam perkara ini upaya non litigasi tetap dikedepankan.
Artinya, pihaknya tetap membuka ruang mediasi. Namun, jika tidak ada itikad dari pihak pengelola untuk bertanggungjawab, pihaknya tentunnya bakal menempuh upaya hukum. “Mediasi selama ini tidak menemui kesepakatan,” ungkap Diana Ivory yang menerima kuasa dari 41 nasabah ini.
Disebutkan, dari 41 orang warga Desa Melinggih Kelod yang memberinya kuasa, total kerugian sejumlah Rp 6.309.425.134. Itu belum termasuk dana nasabah lainnya. Sebagai upaya penyelesaian, pihaknya mengaku sudah melayangkan surat somasi.
Lanjut itu direspon dengan pertemuan pada 21 Oktober 2021. Pada pertemuan itu, disepakati oleh Ketua LPD yang berjanji akan menyelesaikan masalah ini sampai batas waktu 15 November 2021. “Nyatanya, hingga batas waktu belum juga diselesaikan,” terangnya.
Disisi lain, disebutkan bahwa pada tanggal 30 Desember 2021, Ketua LPD melalui percakapan di WA, mengaku telah menyerahkan segala bentuk surat aset/jaminan kepada bendesa adat selaku penanggung jawab lambaga untuk penyelesaian kasus ini.
Namun anehnya, setelah dikonfirmasi ke Bendesa, ternyata surat aset atau jaminan itu tidak pernah diberikan. Dengan sikap Ketua LPD yang ridak beritikad baik ini, pihaknya pun akan melakukan upaya hukum.
Setidaknya untuk mendapatkan gambaran menganai penyebab yang menimbulkan LPD oleng. Sebelum itu, pihaknya masih memberikan ruang mediasi, sesuai arahan Majelelis Desa Adat Kecamatan Payangan dan Camat Payangan.
“Tentunya kami akan lihat dulu dinamikanya. Kalau jalan di tempat, lansung jalur hukum biar tidak berlarut-larut,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Bendesa Adat Begawan, Nyoman Suparna Yasa membenarkan jika LPD setempat sedang bermasalah. Namun pihaknya saat ini belum bisa memberikan keterangan. Dalihnya, pihaknya masih melakukan proses audit.
“Iya, LPD kami bermasalah. Sesuai pararem dan paruman desa adat, disepakati dilakukan audit. Saat ini tim audit masih bekerja, kami belum bisa memberikan keterangan,” pungkasnya. (ina/kb)