JEMBRANA, Kilasbali.com – Adanya oknum yang membawa-bawa lembaga yang menyerupai KPK, dipastikan tidak memiliki keterkaitan dengan institusi KPK. Jika ada yang seperti itu, maka aparatur pemerintah maupun masyarakat diminta untuk segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum, karena KPK tidak akan mentolerir LSM yang mengaku-ngaku anti korupsi namun justru berulah meresahkan.
Hal tersebut dikatakan Ketua Satgas Pencegahan KPK, Arif Nurcahyo saat Roadshow Bus KPK di Jembrana, Selasa (27/8/2019).
Pihaknya meminta agar menindak dengan tegas ulah lembaga atau oknum yang turun hingga ke desa-desa itu. “Silahkan dilaporkan. KPK tidak akan mentolerir kegiatan-kegiatan yang seperti itu,” ujarnya.
Pihaknya mengaku telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kepala daerah agar tidak melayani para oknum yang mengatasnamakan KPK.
“Intinya bahwa KPK tidak memberikan rekomendasi terhadap organisasi yang mengatasnamakan KPK. Kami tidak pernah berafiliasi dengan pihak manapun,” ungkapnya.
Pihaknya menegaskan KPK tidak memiliki lembaga underbow (di bawah) yang mengaku-ngaku asuhan dari KPK bahkan mengklaim bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan.
“Yang jelas yang bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan hanya aparat penegak hukum, KPK, kepolisian dan kejaksaan” tegasnya.
Kalau memang ada oknum dan lembaga yang melakukan pemaksaan hingga pemerasan, bisa langsung dilaporkan kepada aparat penegak hukum setempat. Bahkan pihaknya mengaku sudah menerima pengaduannya.
“Ada pengaduan yang kita terima. Kita ada fungsi pengaduan masyarakat. Sangat meresahkan,” ucapnya.
Pihaknya meminta agar mewaspadai lembaga atau oknum membawa nama KPK dengan meminta imbalan seperti dalam bentuk uang. Bahkan menurutnya ada lembaga yang menjual buku atasanama KPK.
“Bisa dilaporkan ke aparat di daerah. Inspektorat juga harus tahu dan ikut mengklarifikasi sehingga dengan pengaduan itu, LSM anti korupsi mengatasnamakan KPK bisa dicegah sedini mungkin,” paparnya.
Bahkan pihaknya meminta media massa juga melaporkannya langsung melalui saluran pengaduan call center KPK.
“Fakktanya mengatasnamakan KPK, kadang-kadang menakut-nakuti aparatur desa,” ujarnya.
Walaupun sudah melakukan kegiatan yang benar, tapi karena ketidaktahuannya, masyarakat ataupun aparat di bawah yang merasa takut terpaksa memberikan sesuatu kepada lembaga dan oknum-oknum tersebut.
Pihaknya pun meminta APIP (Aparatur Pemeriksa Internal Pemerintah) agar menguatkan kapasitas aparatur di daerah. Sehingga mereka bisa mengerti hukum, aturan dan tatakelola yang benar.
Aparatur pemerintah daerah dan perangkat desa juga diminta bekerja sesuai ketentuan yang berlaku sehingga tidak memberikan peluang bagi oknum maupun organisasi yang mencari keuntungan dari keraguan dan ketakutan yang terjadi.
Apabila ditemukan pihaknya berharap APIP bisa melakukan pencegahan sedini mungkin, “Kami akan menindaklanjutinya, minimal kami akan hubungi penegak hukum setempat,” jelasnya. (gus/kb)