DENPASAR, Kilasbali.com – Suara wanita paruh baya terdengar melingkupi sekitaran Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya Bali seolah tengah merayu para pengunjung untuk duduk manis menjadi peserta workshop Ngunda Bayu, Minggu (30/06/2019).
Didukung dengan cuaca yang panas kala itu, Kalangan Ratna Kanda lantas mendadak diserbu pengunjung. Tepat pukul 14.00 WITA workshop itu dibuka dengan sekilas latar belakang dari sosok pembicara, yakni I Gusti Putu Bawa Samar Gantang (70).
Rasanya kata “penyair” tak cukup untuk memperkenalkan sosok multitalenta ini. Nama Samar Gantang juga terikat sebagai penulis, pelukis, hingga bergelut dalam dunia teater. Maka tak heran bila beberapa peserta workshop terlihat berbisik kecil mengenali dirinya.
Bertajuk “Ngunda Bayu dalam Seni Sastra”, workshop ini membatasi ruang lingkupnya dengan hanya bicara seputar puisi. Sebab Samar Gantang pula berpendapat bahwa puisi ialah inti dari sastra. Ngunda Bayu sendiri memiliki makna mengatur napas dalam sastra.
Dari hal ini diketahui bila mengatur napas tidak hanya semata-mata dapat dilakukan dengan bermeditasi. Namun kenyataannya dalam dunia seni puisi seseorang juga dituntut untuk handal mengatur napas. Selain bermanfaat untuk kesehatan tubuh, Ngunda Bayu juga dikenal dapat memberikan ketenangan jiwa.
Samar Gantang membagi banyak teori-teori mengenai seni puisi. Dari pemaparan jenis-jenis puisi, bagaimana teknik memahami makna puisi, cara pembacaan puisi yang baik dan benar, hingga cara mengolah kekuatan serta kecepatan vokal. Tak hanya berkutat membicarakan teori saja, namun Samar Gantang juga tanpa ragu beraksi di depan para peserta.
Dengan membawakan satu puisinya yang bertajuk Leak, sembari mengambil satu buku kumpulan puisi miliknya Samar Gantang berdiri dengan pembawaan tegas di hadapan para peserta. “Sebuah misteri, saya tidak pernah hafal puisi-puisi saya, jadi saya baca biasa saja ya,” ucapnya sambil tersenyum melirik ke peserta.
Suasana Kalangan Ratna Kanda sontak menjadi hening, bincang-bincang kecil diantara peserta mendadak jadi lenyap. Baru sebait puisi dibacakan, macam-macam ponsel sudah bertengger dengan apik di udara. Seolah tak cukup penampilan itu direkam hanya dalam benak, peserta ingin pula mengabadikannya lewat lensa ponsel.
Meski helaian rambutnya telah berwarna putih, puisi bertajuk Leak itu dibawakannya dengan kecepatan dan kekuatan vokal yang luar biasa. Bahkan tak tanggung-tanggung Samar Gantang meraung hingga menarik perhatian pengunjung lainnya. Sampai akhirnya puisi itu ditutup dengan riuh tepuk tangan para peserta. “Saya belum pernah menyaksikan penampilan puisi sebagus ini,” ungkap Ida Ayu Dian, salah satu peserta workshop asal Kota Gianyar.
Berawal dari pengalaman pribadinya yang mendapat beragam ‘gangguan’ dari Leak, semenjak usia 7,5 bulan Samar Gantang telah terbiasa dengan kondisi seperti itu. Sebab pekarangan rumah yang ditempatinya dikenal cukup angker. Entah itu sang istri ataupun cucu, serangan itu terus berdatangan.
Kendati demikian, pengalaman hidup ini akhirnya menjadi harta karun inpirasi dalam menulis puisi dan buku. Berkat karya-karyanya, berbagai negara telah berhasil Samar Gantang kunjungi guna menampilkan performa terbaiknya. “Ya itulah saya, kekurangan saya itu kelebihan saya,” tuturnya sembari menunjukkan beberapa buku-buku karyanya.
Setelah penampilan itu usai, beberapa pertanyaan mulai dilontarkan dari peserta workshop. Pertanyaan-pertanyaan itu dominan berasal dari kalangan orang dewasa, meskipun diantaranya cukup banyak muda-mudi yang duduk manis. Namun mereka tampak enggan untuk mengajukan tangan guna bertanya.
Meski demikian, minat remaja akan seni puisi nyatanya tetap berkembang. Hal itu dibuktikan dengan aksi nyata penampilan musikalisasi puisi dari siswa-siswi SMAN 1 Selemadeg, Tabanan. “Oh kalau remaja itu kekinian, kalau mereka suka yang kini-kini, sementara saya ke luar negeri baca yang kuno-kuno. Buktinya banyak tulisan-tulisan saya yang dilalap remaja,” papar Samar Gantang masih menaruh harapan besar terhadap generasi muda. (kb)