DENPASAR, Kilasbali.com – I Putu Tiodore Adi Bawa tampak mondar-mandir di Panggung Terbuka Ardha Candra, hingga akhirnya Adi pun terduduk di sebuah kursi merah. “Dari anak-anak saya ikut, waktu SMP tiga kali, SMA mewakili remaja 3 kali,” kenang Adi ditengah ramainya geladi bersih Parade Gong Kebyar Dewasa pada Rabu, 26 Juni 2019.
Bagi I Putu Tiodore Adi Bawa yang kini menjadi pembina sekaligus penata tabuh Gong Kebyar Dewasa Kabupaten Tabanan, Pesta Kesenian Bali adalah sebuah ruang untuk menemukan regenerasi seniman. Adi yang kini menjadi dosen karawitan di ISI Denpasar merasakan bahwa Parade Gong Kebyar dalam PKB-lah yang membentuk dirinya.
“Proses PKB sangat panjang dan banyak hal yang bisa dipelajari, membentuk karya, bertemu orang banyak, memberi suguhan kepada masyarakat yang jadi kebanggaan seniman Bali,” ujar Adi.
Telah mewakili Tabanan dalam Parade Gong Kebyar Anak-Anak hingga Remaja membuat keinginannya untuk memberi suguhan karya kepada masyarakat luas kian membuncah. “Tahun ini, untuk tabuh kreasinya, saya mengangkat sumber ide dari sunari,” jelas Adi.
Tabuh bertajuk Sunarian ini mencerminkan suara sunari yang abstrak dan tertebak seperti apa suaranya, namun keindahan dari sunari itu suara itu bisa dirasakan.
Senja pun dijemput langit malam, pukul 19.30 wita Parade Gong Kebyar Dewasa yang menampilkan Sanggar Seni Desa Pupuan, Duta Kabupaten Tabanan dan Sekaa Gong Kebyar Bangsing Bunut, Nusa Penida, Duta Kabupaten Klungkung.
Sebagai penampil pertama, Tabanan tak hanya hadir dengan tabuh kreasi Sunarian. Terdapat pula garapan Tari Kreasi Kebyar Mahayu yang terinspirasi dari tradisi Rejang Ayunan di Desa Pupuan. Seusai tari kreasi dilanjutkan dengan penampilan vokal grup dengan garapan berjudul Sunari. Hingga yang menjadi persembahan pamungkas yakni Tari Solah Ngerawit berjudul Ning Pupuan yang memadukan gerak tari dengan permainan musik mandolin dan suling yang mengalun merdu.

Tak hanya Adi, sebuah regenerasi turut dirasakan Nyoman Sumiarta yang mengemban tanggung jawab selaku Koordinator Gong Kebyar Dewasa Duta Kabupaten Klungkung. “Dari PKB apa yang kita dapatkan? Ya sebuah keberlanjutan di sekaa kami,” tutur Sumiarta.
Persiapan yang dilakukan sejak bulan Januari membuat Sumiarta yakin terhadap setiap garapan yang dipersembahkan Klungkung dapat menjadi tontonan seni nan apik bagi para penikmat seni.
Sebagai sebuah pembuka, Klungkung menghadirkan sebuah tabuh kreasi ‘Ngunda Kirana Bayu’ yang terinspirasi dari semangat krama Jurang Pahit Nusa Penida yang bertahan hidup ditengah kondisi tanah karang dan angin kencang, kondisi alam dan masyarakat Jurang Pahit itulah yang diterjemahkan dalam garapan ini.
Persembahan kedua, yakni Tari Kreasi berjudul Pranajaya, hingga pada garapan ketiga dipersembahkan nyanyian vokal grup bertajuk Lila Ning Nusa yang terinspirasi dari kemagisan dan keindahan Pulau Nusa Penida yang selalu menjadi berkah bagi masyarakat Klungkung. Garapan pamungkas yakni Tari Solah Ngrawit ‘Rare Angon’ yang mengacu pada tarian dan permainan suling dengan tema PKB yaitu Bayu Pramana sebagai spirit berkarya.
Meniti pengalaman berkarya dengan melihat proses adalah kunci berlangsungnya garapan kedua Kabupaten ini. Baik Adi maupun Sumiarta memiliki pandangan yang sama, bahwa Parade Gong Kebyar Anak-Anak, Remaja, hingga Dewasa adalah sebuah anak tangga yang patut ditapaki sebagai sebuah proses regenerasi. Sehingga, terlahirlah seniman-seniman muda yang siap melestarikan kesenian dan tradisi Bali. (kb)