DENPASAR, Kilasbali.com – Pemandangan tak biasa inilah yang membuat masyarakat yang mengunjungi Taman Budaya kian tercengang. Pria dan wanita berperwakan tinggi dan putih dengan rambut pirang kecoklatan, dan berhidung mancung itu tampak bersemangat memainkan gambelan Bali. Kepala para bule itupun meliuk-liuk layaknya para penabuh Bali yang benar-benar menikmati instrumen yang dimainkan. Para bule yang mencintai tradisi Bali itu berasal dari Grup Tunas Mekar, Amerika Serikat.
Penonton yang mengerumuni Kalangan Madya Mandala ada yang duduk dan berdiri. Mereka tak henti-hentinya mengutarakan rasa kagum terhadap para bule itu. Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar, Jumat (21/6/2019) sore, telah dikerumuni pengunjung sembari berbisik-bisik, “Mih dueg gati bule-ne megambel, yen raga kengken nah?” (Pintar sekali turis memainkan alat musik. Kalau kita gimana ya?
Grup Tunas Mekar yang berdomisili di Denver, Colorado, Amerika Serikat didirikan pada tahun 1988 oleh Michael Fitts dan dilatih oleh seorang guru Bali tulen bernama I Made Lasmawan. Instrumen yang dimainkan para murid Lasmawan ini adalah angklung kebyar. Dengan garapan bertajuk Lelasan Megat Yeh, Tari Panyembrama, Kayu Sakti, Tari Taruna Jaya, yang telah diolah menggunakan instrumen angklung kebyar.
Selanjutnya, terdapat empat garapan gending gamelan Gong Kebyar yakni Laku, Tirta Bhuana, Tari Legong Catur Dewi Manik Galih, dan Tabuh Catur Guru. Lasmawan yang berasal dari Baturiti, Tabanan ini pun mengaku telah mengajar di Grup Tunas Mekar sejak tahun 1999. “Kali ini murid saya yang tampil sekitar 23 orang termasuk ketiga anak saya,” ujar Lasmawan.
Bagi Lasmawan, tidak ada salahnya untuk melestarikan budaya Bali dengan cara mengajari warga asing, hal ini pun tertuang dalam garapan tabuh yang ia ciptakan sendiri yakni Tirta Bhuana. “Dari setitik air suci bisa menyebarkan seni budaya Bali ke Amerika dan sekitarnya,” jelas Lasmawan kembali.
Salah seorang murid Lasmawan yakni, Kathie mengatakan, sebuah kebanggaan tersendiri bisa mempelajari gambelan Bali. “Dulu saya memainkan alat musik sejenis suling di Amerika, lalu saya main suling khas Bali karena ingin lebih tahu banyak soal suling,” jelas Kathie.
Kathie yang lengkap dengan riasan khas Bali ini pun tampak sangat bahagia, dirinya yang telah mendalami gambelan Bali sejak 5 tahun yang lalu mengaku senang dapat berpartisipasi dalam Pesta Kesenian Bali ke-41.
Sebelumnya, Grup Tunas Mekar pernah tampil di Bali pada tahun 1996. Dua puluh dua tahun kemudian, Grup Tunas Mekar kembali tampil di Bali dengan personil yang hampir seluruhnya warga Amerika. Kembalinya Tunas Mekar ditahun 2019 menjadi sebuah keunikan sendiri, sebab grup ini menyajikan kemahiran para warga Amerika menabuh gamelan Bali.
Entah ini sebuah rasa kagum atau tamparan bagi masyarakat Bali, yang jelas pemandangan senja di Kalangan Madya Mandala menjadi saksi bahwa warga lain sangat antusias menjaga kebudayaan Bali. Lalu apa kabar nak Bali? Ini semestinya tak melulu soal tari dan tabuh. Banyak cara untuk melestarikan kebudayaan dan tradisi Bali, yang dimulai dari tatanan kebiasaan dalam diri sendiri. (jus/kb)