DENPASAR, Kilasbali.com – Penampilan Parade Arja dari Duta Kabupaten Badung menuai pujian. Penonton yang memenuhi kalangan Ayodya sungguh terbahak-bahak melihat tingkah anak-anak yang masih umur belasan tahun berperan sebagai penari-penari dalam arja malam itu, Rabu (19/6/2019).
Kadek Ayu Cahya Dipa Wulandari, misalnya. Gadis berusia 10 tahun itu menjadi sosok yang dinanti-nanti oleh penonton. Sebab, Cahya yang berperan sebagai Condong sekaligus abdi Dyah Dewayani ini memiliki gaya khas dalam bertutur, yakni nada ucapan yang meninggi dalam akhir kata yang diucapkannya. Penonton pun dibuat tertawa berulang kali.
“Memang saya kagum dengan anak itu (Cahya -red), dari awal menangis menangis kemudian menjadi bengal seperti sekarang ini,” ungkap I Nyoman Catra, pembina Sanggar Citta Usadi, sembari melepas tawanya.
Cahya merupakan salah satu peserta Parade Arja dari Sanggar Citta Usadi, Banjar Gunung, Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Duta Kabupaten Badung. Bertempat di Kalangan Ayodya, Art Centre, Sanggar Citta Usadi membawakan garapan yang bertajuk “Aji Amertha Sanjiwani”.
Aji Amertha Sanjiwani sendiri merupakan sebuah ilmu pengurip-urip atau ilmu yang bisa menghidupkan orang mati. Lakon yang dibawapun berceritakan tentang Bhagawan Sukra dengan murid-muridnya, Detya Wresaparwa dan Sang Kaca. Detya tersulut perasaan dendam yanng timbul akibat anak Bhagawan Sukra, Ayu Diah Dewayani menaruh hati pada Sang Kaca. Upaya pembunuhan pun terus dilakukan terhadap Sang Kaca.
“Jadi secara umum terletak pada bagaimana Bhagawan Sukra ini kemudian bisa menghidupkan yang sudah mati, ilmu aji mertha sanjiwani ini juga menjadi perebutan antara dewa dan asura atau raksasa,” tutur Nyoman Catra.
Bagi Nyoman Catra, yang unik dari kabupaten Badung justru terletak pada anak-anaknya. “Kita bisa saja arja ini diisi oleh yang sudah biasa tampil, olah vokal dan geraknya sudah matang, tapi kan seperti tidak ada usaha,” ujarnya.
Maka, ia pun memutuskan utuk melakukan regenerasi. Dalam pengalamannya, mendidik anak-anak untuk melakukan arja merupakan kesukaran yang terbilang tingkat tinggi. “Kuncinya adalah bisa mengerti kemampuan mereka, anak yang bisa ngangkat beban 10kg jangan disuruh ngangkat yang 15kg,” ucap Nyoman Catra.
Perjalanan untuk dapat menarikan arja hingga mahir pun ditempuh anak-anak Sanggar Citta Usadi dengan jalan yang panjang. Bahkan, Cahya memulainya sejak usia yang sangat belia. “Menari sudah mulai dati TK,” jawab Cahya yang kini duduk di bangku SD (Sekolah Dasar -red).
Penampilan dari Duta Kabupaten Badung ini pun mendapat pujian. “Luar biasa sangat bagus sekali karena di usia anak-anak sudah bisa menarikan yang seperti ini adalah luar biasa,” ucap Jero Ratna, pensiunan arja RRI sekaligus juri pada parade arja kali ini. Menurutnya, ada beberapa hal yang masih perlu dipelajari, misalnya, mengasah tari, penjiwaan, hingga penguasaan panggung.
Meski demikian, Jero Ratna berharap banyak pada generasi muda yang mau meneruskan seni arja. “Mudah-mudahan niki berlanjut untuk generasi mendatang, agar arja tetap lestari,” tutupnya. (jus/kb)