TABANAN, Kilasbali.com – Kejaksaan Negeri atau Kejari Tabanan kembali melakukan penyelesaian perkara dengan menerapkan restorative justice atau RJ.
Bahkan, mekanisme penyelesaian perkara tanpa harus masuk persidangan ini dilakukan terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Penerapan RJ pada kasus KDRT yang memiliki ketentuan pidana dalam undang-undang khusus ini terbilang untuk pertama kalinya dilakukan Kejari Tabanan.
Sebab, sejak diterapkan beberapa tahun lalu, RJ lebih sering dilakukan untuk kasus-kasus pidana umum seperti pencurian atau penganiayaan ringan.
Adapun tersangka kasus KDRT yang dihentikan proses hukumnya melalui RJ ini adalah berinisial IMM.
Dalam proses hukum sebelumnya, IMM terancam ketentuan pidana Pasal 44 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
“Sesuai syarat dan ketentuan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, perkara ini dinilai layak untuk diselesaikan secara damai atau biasa disebut restorative justice,” jelas Kepala Seksi Intelijen Kejari Tabanan, I Putu Nuriyanto, Senin (23/6).
Sebelumnya, IMM dilaporkan dengan tuduhan melakukan KDRT oleh istrinya sendiri yang berinisial PPA.
Pada 1 Desember 2024 lalu, IMM memukul korban dua kali dengan tangan kosong pada bagian bibir di depan sebuah warung lalapan di lingkungan Desa Dauh Peken, Kecamatan Tabanan.
Kasus ini dipicu emosi dan rasa cemburu IMM setelah memeriksa isi pesan singkat dari orang yang tidak dikenal pada ponsel korban.
Nuriyanto menjelaskan, melalui proses fasilitasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejari Tabanan pada 15 Mei 2025, tersangka dan korban sepakat berdamai tanpa syarat dalam pertemuan yang dihadiri perwakilan tokoh adat, agama, serta masyarakat.
“Proses perdamaian ini berlangsung di balai desa dan dituangkan dalam berita acara yang sah,” imbuh Nuriyanto.
Berikutnya, Kejari Tabanan resmi mengeluarkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara berdasarkan Keadilan Restoratif dan menyatakan bahwa penuntutan terhadap IMM dihentikan. “Dan, yang bersangkutan (IMM) dikembalikan ke keluarga,” katanya.
Menariknya, meski lepas dari tuntutan hukum positif, IMM masih harus menjalani sanksi sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Sanksi sosialnya yakni membersihkan pura di Desa Kukuh, Kecamatan Kerambitan, selama seminggu dari 18-24 Juni 2025. (c/kb)