GIANYAR, Kilasbali.com – Ratusan godel adu ‘ules’ dalam tradisi unik ‘Maedengan Godel’ di Desa Adat Susut, Buahan, Payangan, Minggu (20/2).
Dalam Tradisi ini, seluruh pemilik sapi muda/godel digiring dan dikumpulkan di areal setra adat setempat untuk dinilai secara spiritual.
Sepasang godel (jantan dan betina) terbaik dipilih oleh tim khusus, lanjut akan dijadikan kurban sesajen Tawur Kasanga.
Pemandangan unik langsung menyedot perhatian di Desa Pakraman Susut, Buahan, Payangan, pagi itu.
Mulai Pukul 07.00 WITA, setiap warga yang memiliki godel mewajibkan diri untuk mengiring sapi muda peliharaannya menuju kuburan setempat.
Tak jarang ada yang membawa induknya, agar godel yang akan disertakan itu ikut membuntuti.
Lantaran godelnya belum jinak, beberapa peserta bahkan nyaris terseret. “Terpaksa saya bawa induknya, karena godelnya masih rengas,” terang I Wayan Sudi
Dari penuturan Bendesa Adat Susut, I Ketut Kumara Natha Tradisi Maedengan Godel ini, dijalani warga adat setempat secara turun temurun.
Intinya, setiap warga yang memiliki ternak godel, mewajbkan diri untuk membawa godelnnya. Dan untuk tahun ini,
godel jantan yang terpilih adalah milik I Nyoman Redana dan godel betina milik I Nyoman Ariana.
“Sekalipun mereka enggan lmenujual godelnya, kali ini mereka wajib menunjukkan kondisi ternaknya itu,” ungkapnya.
Kumara Natha menambahkan, tradisi ini wajib digelar sebagai khaul desa di masa lampau.
Sebab, dari cerita leluhur, keberadaan tradisi ini berawal ketika desa mengalami gering/ paceklik.
Kemudian nyembul pawisik, agar setiap Tawur Kesanga warga desa wajib mempersembahkan kurban godel jantan yang dihaturkan persimpangan agung dan sesajen berkurban godel betina dihaturkan di Pura Dalem setempat.
Warga pun pantang menolak atau melarang, jika godelnya terpilih sebagai kurban. Malah sebaliknya, warga merasa bersyukur, karena ternaknya mendapat kehormatan dan kesempatan untuk meningkatkan derajatnya lantaran menjadi kurban suci tawur.
“Dulunya, ternak godel yang terpilih langsung digunakan tanpa ganti rugi. Namun, kini kami sesuaikan dengan harga pasaran,” pungkasnya.
Nyoman Redana, warga yang godel jantannya terpilih sebagai kurban mengaku sangat berbangga. Sejak awal pun dirinya yakin, jika godelnya bakal terpilih. Karena kualitasnya juga mendekati sempurna.
“Godel saya ini, nyaris tidak ada cacatnya. Kulitnya mulus, bodinya juga mendekati sempurna. Memang, godelnya saya ini termasuk bibit unggul,” ungkapnya bangga.
Ditambahkannya, dari keyakinan peternak, mereka wajib mengikuti tradisi itu. Sebab, sebelum ikut “Maedeng Godel” mereka pantang menjual ternaknya itu.
Kalaupun tidak di jual, maka, ternaknya akan kena musibah atau gagal. Kecuali bila godelnya baru berumur di bawah dua minggu. “Itupun, sehari sebelumnya sudah harus melapor ke prajuru adat,” ujarnya.
Setelah sepasang godel terpilih, tidak semua peserta langsung membawa gogelnya pulang.
Karena kesempatan itu juga dimanfaatkan untuk saling berkomunikasi dan bertukar pengalaman menganai ternak mereka. Bahkan tak jarang, ada transaksi jual beli godel. (ina/kb)