Ekonomi BisnisGianyarNews UpdatePeristiwa

Usai Sumringah, Cabe Kini Membusuk, Petani Menjerit

    GIANYAR, Kilasbali.com – Sempat sumingrah saat harga melambung, namun kini petani cabai di  Gianyar menjerit. Bagaikan jatuh tertimpa tangga, tak hanya murah panen pun gagal karena buah cabai mengalami pembusukan. Petani pun menjerit.

    Kondisi ini dialami okeh semua petani di Subak Laud dan Subak Abasan, Desa/Kecamatan Sukawati

    Pantauan di lokasi, sepintas kondisi pohon cabai terlihat segar. Namun, semenjak musim hujan, kualitas buah cabenya sangat mengecewakan.

    Petani banyak mengeluh gagal panen karena buah cabai yang masih muda sudah busuk.

     

    Foto : Kelihan Dinas Banjar Gelumpang I Wayan Metra menunjukkan salah satu tanaman cabai yang buahnya busuk di Subak Laud, Subak Abasan, Desa/Kecamatan Sukawati.

    “Saya jalan lihat banyak sekali buah cabai busuk. Para petani mengeluh, gagal panen,” ungkap Kelihan Dinas Banjar Gelumpang, Sukawati.

    Baca Juga:  Kejari Gianyar Musnahkan BB, Sabu-sabu Diblender - HP Dipotong

    Dalam kondisi gagal panen ini, sepengetahuan Wayan Metra belum ada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang terjun.

    “Biasanya dulu ada PPL, entah kenapa sekarang tidak pernah kelihatan ada petugas ke sawah,” ujarnya.

    Busuknya buah cabe diduga karena faktor kelembaban udara yang rendah, cenderung ada jamur menyerang tanaman cabai. Di Banjar Gelumpang sendiri, dari 437 KK sebagian besar yakni 80% adalah petani.

    “Belum ada pihak pemerintah dalam hal ini campur tangan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh petani cabai. Kalau dilihat dari cuaca saat ini dengan curah hujan dan kelembaban yang sangat rendah, kemungkinan penyakit ini disebabkan oleh cendawan atau jamur, penyakit ini menurut referensi yang saya baca dikenal dengan penyakit antroksa atau patek,” ujar Wayan Metra.

    Salah satu petani, I Komang Mulastra, 45, mengatakan panen cabai tidak lagi menjanjikan sejak pandemi Covid-19. Diperparah kini dengan faktor cuaca, petani tidak lagi berharap banyak dari cabai.

    Baca Juga:  Ini Tujuan Polres Gianyar Gelar ‘Blue Light Patrol’

    “Buah cabai agak busuk, karena musim hujan, lagi panas berpengaruh pada hasil di sawah,” jelasnya.

    Harga petik saat pandemi kisaran Rp 7.000 sampai maksimal Rp 15.000 per kilogram. “Harganya tidak pernah baik. Terus anjlok, padahal Agustus sampai Desember ini musim panen,” jelas Mulastra.

    Sebelumnya, harga cabai saat dipetik bisa kisaran Rp 30.000 sampai Rp 50.000 per kilogram. Namun justru ketika memasuki musim panen, harga anjlok disertai buah busuk menyebabkan gagal panen. “Paling murah saat ini Rp 6.000 per kilogram,” ungkapnya yang memiliki lahan cabai seluas 50 are ini.

    Baca Juga:  Salahgunakan Subsidi Pertanian, Siap-siap Berurusan dengan Hukum

    Petani terakhir mendapatkan keuntungan cukup besar dua tahun terakhir. Dalam situasi normal bisa panen 150 sampai 200 kg sekali petik. Pemetikan dilakukan maksimal 5 kali sebulan. Namun kini, hanya kisaran 25 kg sekali petik. “Metiknya pun harus dipilih-pilih. Karena kebanyakan busuk,” jelasnya.

    Selain gagal panen dan harga anjlok, petani juga dihadapkan pada berkurangnya subsidi pupuk dari pemerintah. “Subsidi berkurang gak seperti dulu, pupuk NPK dan urea,” imbuhnya. (ina/kb)

    Back to top button

    Berita ini dilindungi