DENPASAR, Kilasbali.com – Dalam posisi berdiri, Wayan Sumahardika menirukan gerak senam sambil berkata, “Banyak diantara teman-teman bilang, ayo olah tubuh dan hanya sebatas bergerak sambil menghitung satu dua satu dua,” ucap Sumahardika pada Rabu, 26 Juni 2019 yang menjadi pembicara dalam Workshop Deklamasi Puisi Berbahasa Bali di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar.
Dalam mendeklamasikan puisi, olah tubuh tak hanya sebatas melatih badan. “Banyak yang tidak memahami kalau tubuh sejatinya terdiri dari tiga hal yaitu pikiran, badan, dan emosi,” lanjut Sumahardika.
Agar dapat mendeklamasikan sebuah puisi seutuhnya, Sumahardika mengungkapkan harus menubuhkan puisi dengan melakukan olah tubuh, yakni pikiran, badan, dan emosi. Workshop yang pesertanya dibatasi hanya 50 orang ini, akhirnya memperbolehkan masyarakat umum untuk duduk bersama membagi keluh-kesah soal puisi, khususnya deklamasi puisi berbahasa Bali.
Tak hanya Sumahardika yang menjadi pembicara dalam workshop yang dimulai pukul 11.00 wita ini. Terdapat pula I Gde Nala Antara yang mengisi materi puisi Bali modern, yang dimoderatori oleh A.A. Sagung Mas Ruscitadewi.
Pada awal workshop, terlebih dahulu menampilkan sebuah puisi berbahasa Bali dari siswi SD Saraswati 3 Denpasar. Dengan penampilan siswi tersebut, workshop pun dimulai dengan penyampaian materi dari I Gde Nala Antara.
Nala yang merupakan sastrawan Bali sekaligus pengajar di Universitas Udayana ini pun mengungkapkan bahwa saat ini karya sastra berbahasa Bali perlu mendapat perhatian. Sebab itulah workshop ini digalakkan, lantaran deklamasi puisi memasukkan unsur-unsur seni lainnya seperti berpidato, bermusik, sekaligus berpuisi.
Nala pun turut memberi tips-tips untuk dapat membaca puisi dengan baik dan penuh penghayatan. “Puisi itu dibuat berdasarkan perasaan pengarang, jadi perlu terus membaca dan membaca agar memahami emosi si pembuat puisi saat membuat puisi itu,” jelas Nala.
Seusai Nala, materi pun dilanjutkan oleh Wayan Sumahardika yang membawa istilah-istilah yang mudah diingat peserta workshop. Semisal menubuhkan puisi agar dalam mendeklamasikan sebuah puisi menjadi sesuatu yang utuh.
“Saat ini mendeklamasikan puisi itu adalah sesuatu yang remang-remang, masih ada beberapa orang yang sulit menafsirkan antara mendeklamasikan, membaca, musikalisasi, dan dramatisasi puisi,” jelas Sumahardika.
Sehingga, setelah dilaksanakannya workshop ini diharapkan kesimpang-siuran akan mendeklamasikan puisi dapat disudahi, dengan sebuah kejelasan bawasannya mendeklamasikan puisi adalah menubuhkan puisi itu dalam diri.
Ke depannya pula deklamasi puisi dapat dipahami sebagai sebuah seni yang tak hanya ditampilkan sebagai kebutuhan kompetisi, melainkan dapat pula menjadi sebuah karya seni yang dapat dinikmati seniman maupun penikmatnya. (kb)