TABANAN, Kilasbali.com – Kasus pencabulan anak panti di bawah umur terus bergulir. Pasca penetapan dan penangkapan pelaku Reimal Sipahelut, terdapat bukti dugaan, korban dari kebejatan Reimal bertambah. Kamis (13/2/2020), Dinas Sosial Provinsi Bali melakukan mendatangi panti asuhan Penuaia Indonesia yang berlokasi di jalan Yeh Empa nomor 33A banjar Jadi Anyar, desa Banjar Anyar, Kediri.
Dalam pertemuan dengan pengurus panti, rombongan Dinas Sosial provinsi Bali yang dipimpin oleh Kepala Dinas Sosial, I Dewa Gede Mahendra Putra melakukan pengecekan izin operasional panti dengan bangunan dua lantai itu.
Pantauan di lapangan, panti tersebut tidak memiliki papan nama sehingga agak sulit untuk menemukan lokasi panti. Dinding bagian depan terpampang beberapa pengumuman, salah satunya izin yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Tabanan pada 28 Maret 2019 dengan masa berlaku hingga 28 Maret 2020.
Izin tersebut tertulis atas nama pelaku yakni Reimal Sipahelut selaku Ketua. Pascakejadian ini, jabatan Reimal sebagai Ketua panti diganti namun belum melalui proses yang legal. Pergantian hanya sebatas internal saja.
Dari pengakuan pengurus panti dalam pertemuan dengan Dinas Sosial itu terungkap terdapat 12 anak penghuni panti, dan sembilan anak asuh panti yang berada di luar. Dalam pertemuan itu juga, Dewa Mahendra sempat geram dengan salah seorang pengurus panti.
Itu terjadi ketika pihaknya menanyakan tentang aktivitas, struktur kepengurusan dan juga pengelolaan serta pola asuh namun salah seorang pengurus enggan membeberkan secara gamblang. Dengan alasan bukan kewenangan untuk berbicara.
“Saya tahu ada pengurus yang lebih berwenang, tapi kamu kan juga pengurus. Seharusnya kamu bisa memberikan bayangan apa yang saya tanyakan sambil menunggu pengurus yang berwenang memberikan keterangan. Jangan muter-muter,” ucapnya.
Ditemui usai pertemuan itu, Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali, I Dewa Mahendra Putra menuturkan, dari hasil pertemuan dengan pengurus panti asuhan Penuai Indonesia pihaknya menayakan tentang manajemen pengelolaan panti dan juga sisi pengawasan kepada anak-anak penghuni panti.
“Jadi saya lihat, selama ini pengawasan ternyata ini baru menyatakan berkomunikasi setelah adanya kasus ini itu salah, padahal pihak panti harus melaporkan keberadaanya kepada pekerja sosial,” tutur Dewa.
Kesimpulan dari hasil pertemuan itu, pihak Dinas Sosial menyoroti bahwa pemgawasan panti ini tidak bagus. Mislanya dari segi pengelolaan. Meski pengurus panti mengaku bahwa kamar untuk pria dan wanita di pisahkan, namun juga harus dibarengi pemgawasan yang rutin.
“Karena namanya niat itu pasti ada, jadi tidak cukup hanya sekadar dipisah tempat tidurnya. Tapi diawasi misalnya soal makan, tidur, urusan pendidikan dan lainnya,” imbuh pejabat asal Buleleng.
Dewa juga menyesalkan, operasional panti ini sudah berlangsung sejak tahun 2014 namun baru mengajukan izin di tahun 2018 dan izin operasional turun pada 28 Maret 2019 dengan masa berlaku hingga 28 Maret 2020 mendatang.
“Keberadaanya kapan, tapi mengajukan izin kapan. Ini kan enggak benar. Makanya untuk pengajuan izinya kami akan kaji kembali dengan beberapa pertimbangan termasuk dari Kabupaten juga,” tandasnya. (*/KB)