TABANAN, Kilasbali.com– Musim kemarau dimanfaatkan oleh para petani yang tidak bisa menggarap lahannya secara maksimal di Banjar Pempatan, Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Tabanan untuk bermain mainan tradisional berupa Gangsing. Selain mengisi luang, kegiatan tersebut juga bisa dikatakan telah menjadi tradisi di daerah tersebut.
Dari pantauan di lapangan, mulai pukul 15.00 Wita Lapangan Umum Banjar Pempatan sudah mulai diramaikan oleh warga umumnya berjenis kelamin laki-laki. Baik anak-anak, remaja, dewasa hingga paruh baya. Semuanya berbaur sembari membawa Gangsing.
Salah seorang warga penghobi Gangsing, I Made Swastika (48), menuturkan bahwa permainan Gangsing tersebut sudah berlangsung sejak lama sehingga bisa dikatakan sebagai tradisi. Bahkan ketika musim kemarau Banjar Pempatan akan menggelar perlombaan Gangsing antar warga penghobi Gangsing. “Kalau sudah musim kemarau akan ada lomba Gangsing setiap hari Sabtu dan Minggu di Lapangan, lalu hari-hari biasanya setiap sore akan banyak yang latihan,” paparnya Minggu (21/10/2018).
Dalam perlombaan tersebut ada 9 regu yang bertanding, dimana satu regu beranggotakan 5 orang. Dalam perlombaan akan dinilai lamanya Gangsing berputar. “Setiap pemain akan melepaskan Gangsing lalu pemain lain akan melepaskan Gangsingnya agar terkena, Gangsing yang keluar arena dianggap kalah, dan yang paling lama berputar didalam arena akan mendapatkan nilai,” imbuhnya.
Gangsing yang ada di Banjar Pempatan bentuknya bisa terbilang unik dan berbeda dengan Gangsing lainnya di Bali yang berbentuk piring. Namun Gangsing di Banjar Pempatan ini berbentuk lonjong dan terbuat dari kayu Leci, Kelengkeng, Jeruk Bali hingga Kopi. Umumnya berdiameter 33 hingga 36 sentimeter. “Ada warga disini yang sering membuat Gangsing, termasuk talinya,” sambung Swastika.
Sementara itu, salah seorang remaja Banjar Pempatan yang bisa terbilang jago bermain Gangsing menuturkan bahwa ia sudah menggemari Gangsing sejak kecil karena diajaro oleh sang kakek. Siswa SMPN 6 Pupuan itu pun mengaku senang bisa bermain permainan tradisional yang sudah menjadi tradisi di Banjarnya tersebut. “Senang bisa melestarikan tradisi dan ingin lebih memperkenalkan lagi Gangsing Banjar Pempatan lebih luas,” ujarnya.
Meskipun mengatakam jika bermain Gangsing memiliki kesulitan tersendiri yakni pada saat memutar, dirinya mengaku tak pernah bosan mengikuti perlombaan Gangsing di Banjarnya karena meskipun bersaing para penghobi Gangsing tetap berbaur dalam suka cita. “Walaupun bersaing tetapi kami tetap tertawa saat bermain, tidak ada musuhan,” tandasnya. (*KB).