GIANYAR, Kilasbali.com – Sejumlah tanaman padi di wilayah Ubud, Gianyar kini terserang penyakit menguning. Ironisnya, di tengah gagal panen ini, petani justru dihadapkan pada harga beras yang semakin naik dalam dua pekan ini.
Seorang Petani di Subak Juwuk Manis, Ubud, I Made Mergig merasakan pahitnya menjadi petani saat ini. Bertani di tengah gemerlap pariwisata, kakek asal Tebesaya, Peliatan, Ubud ini adalah salah satu petani yang harus merelakan uang produksi. “Tidak saya saja, di subak daerah saya, sebagian besar gagal. Kami hanya bisa pasrah,” keselnya.
Di tengah gagal panen ini, dirinya kini malah dihadapkan pada harga beras yang melonjak. Kondisi ini semakin melengkapi penderitaannya. “Untuk makan, beli berasnya terpaksa minta ke anak,” terangnya lagi.
Kadis Perindustrian dan Perdagangan Gianyar, Luh Gede Eka Suary membenarkan harga beras sejak sepekan lalu mengalami kenaikan. Diurainya, harga beras non merk, harga yang biasanya Rp 9.500 kini menjadi Rp 13.000 per kilogram.
Sedangkan harga beras premium seperti beras Putri Sejati, yang biasanya dengan harga Rp 12.500, kini naik menjadi Rp 14.000 per kilogram. “Ini mekanisme pasar. Kemungkinan ada daerah yang mengalami gagal panen, hal ini karena cuaca buruk sejak awal Januari lalu,” jelas Eka Suary.
Kenaikan harga komoditas lainnya adalah gula dan cabai. Dikatakannya, harga cabai pada pertengahan Februari lalu sempat turun ke Rp 35 ribu per kilogram, namun kini merangkak naik ke Rp 40 ribu. Harga gula pasir juga demikian, di mana harga sebelumya Rp 12.500, kini menjadi Ro 14.000 per kilogram.
“Kalau kenaikan harga cabai murni karena pasokan menipis dan juga akibat gagal panen,” ujarnya. Sedangkan harga daging, baik babi, sapi dan ayam saat ini cenderung normal.
Pengelola BUMDes Dirga Yusa, Desa Kemenuh, Wayan Sukadana menyebutkan BUMDes yang ada kesulitan menjual beras. “Harganya naik, kami kesulitan menjual harga sesuai HET, karena harga pokok naik, kami terpaksa naikkan harga,” jelas Sukadana.
Disamping itu, BUMDes juga kesulitan menjual minyak goreng. Hal ini karena pasokan ke BUMDes mulai seret. “Kami sebenarnya dijatah minyak goreng, namun sejak awal Februari pasokan tidak pernah datang,” jelasnya. Sehingga kondisi ini menyebabkan pedagang eceran tidak mendapat pasokan minyak dari BUMDes. (ina/kb)