BADUNG, Kilasbali.com – Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber Palemahan Kedas (PSBS PADAS), Putri Koster, menyerukan gerak cepat dalam pengelolaan sampah organik yang harus diselesaikan di sumbernya.
Menurutnya, persoalan sampah di Bali sudah tidak perlu lagi menunggu pola penanganan yang tepat, melainkan harus segera menjalankan berbagai regulasi yang telah diprakarsai Pemprov Bali.
Hal tersebut disampaikannya saat memberikan Sosialisasi Percepatan Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai dan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, yang berlangsung di Kantor Camat Kuta dan Kuta Selatan, Badung, Selasa (17/6).
Ia juga menyinggung berbagai saran di media sosial yang menyarankan Bali meniru negara lain dalam pengelolaan sampah, seperti membeli alat canggih.
Namun, pendamping orang nomor satu di Bali ini menegaskan bahwa tidak semua kebijakan luar negeri bisa diaplikasikan di sini.
“Kita sudah memiliki pola yang sesuai dengan falsafah masyarakat Bali, yaitu Tri Hita Karana: Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Jadi, mengapa harus mengadopsi kebijakan lain?” tegasnya.
Acara ini juga dihadiri oleh Ketua TP PKK Kabupaten Badung, Rasniathi Adi Arnawa, serta Ketua KPID Bali, Agus Astapa.
Ia menjelaskan bahwa sistem pengelolaan sampah berbasis sumber sesuai dengan nilai-nilai Tri Hita Karana, khususnya palemahan.
“Ini adalah langkah cepat, karena sampah organik dapat diselesaikan langsung di tingkat rumah tangga, sekolah, tempat ibadah, pasar, dan sebagainya. Jadi, tidak perlu menunggu diolah di TPS,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu, ia juga menyoroti sekitar 200 TPS3R di Bali dan 3 TPST di Denpasar yang tidak berfungsi optimal. Ia berpendapat bahwa hal pertama yang harus dibenahi adalah SDM dan pola pikir masyarakat.
“Percuma membuat tempat pengolahan yang bagus dengan peralatan canggih jika kebiasaan masyarakat belum berubah. Ubah dulu pola pikir kita, pilah dan kelola sampah organik,” ujarnya.
Menurut Putri Koster, pola salah yang umum terjadi hampir di seluruh Indonesia adalah sistem kumpul-angkut-buang ke TPA.
“Saya berharap pola ini segera berakhir, apalagi Bali telah dijadikan pilot project oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pengelolaan sampah berbasis sumber,” tegasnya.
Ia juga mengapresiasi Kecamatan Kuta Selatan yang telah menerapkan pengolahan sampah di sumbernya dan menjaga keasrian lingkungan.
Sebelumnya, Camat Kuta Selatan, I Ketut Gede Arta, menyampaikan bahwa sampah merupakan masalah cukup kompleks di wilayahnya yang dikenal sebagai kawasan pariwisata.
Sebagai wilayah terluas kedua di Kabupaten Badung setelah Petang, dengan penduduk yang cukup padat, volume sampah yang dihasilkan pun besar.
“Karena itu, kami telah meminta warga menyelesaikan sampah di masing-masing rumah, dan itu sudah berjalan dengan baik,” jelasnya.
Namun, wilayahnya juga sering menerima sampah kiriman yang terdampar di laut. Ia mengakui bahwa hingga kini masih sulit mencari solusi atas persoalan tersebut.
“Kehadiran Ibu di sini memberikan kami pencerahan. Saya harap peserta yang hadir bisa menyimak dengan baik dan menerapkannya di rumah masing-masing,” tuturnya.
Pada hari yang sama, sosialisasi serupa juga dilaksanakan di Kecamatan Kuta.
Dalam kegiatan yang berlangsung di Ruang Pertemuan Kantor Camat Kuta, Ibu Putri Koster menekankan pentingnya peran perempuan dalam menyukseskan program pembangunan, termasuk percepatan penanganan sampah.
Menurutnya, kunci utama adalah mengubah mindset dari membuang menjadi mengelola sampah agar tak ada lagi gunungan sampah seperti di TPA Suwung.
Ia menjelaskan, pengelolaan berbasis sumber dapat dilakukan dengan tiga strategi: pemanfaatan tong komposter di dapur, pembangunan teba modern untuk sampah organik di halaman rumah, serta pengoptimalan TPS3R dan TPST untuk sampah anorganik di tingkat desa atau kelurahan.
Jika ketiga strategi itu diterapkan dengan baik, ia optimistis penanganan sampah di Bali bisa segera tuntas. Untuk itu, ia mengajak seluruh komponen masyarakat untuk mengambil peran aktif.
Camat Kuta, D. Ngurah Bhayudewa, mengungkapkan rasa bangganya karena wilayahnya menjadi lokasi pelaksanaan sosialisasi ini. Menurutnya, kegiatan ini sangat penting dalam menambah wawasan masyarakat terkait percepatan penanganan sampah. “Kurang elok jika Kuta yang tersohor sebagai destinasi wisata dunia memiliki pengelolaan sampah yang buruk,” ujarnya.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh Sekretaris I TP PKK Badung, Yunita Alit Sucipta, serta para perbekel, lurah, bendesa adat, Pasikian Krama Istri, dan pengurus PKK Desa/Kelurahan se-Kecamatan Kuta.
Koordinator Tim Percepatan PSBS, Prof. Luh Kartini, pada kesempatan tersebut menjelaskan manfaat teba modern. Menurutnya, teba modern merupakan solusi efektif untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk karena tidak memerlukan lahan luas.
“Kalau masih terasa sulit, bisa pakai media seperti tong edan ini. Fungsinya sama dan tidak butuh banyak tempat,” tutupnya sambil memperlihatkan alat tersebut.(M/kb)