GIANYAR, Kilasbali.com – Memasuki akhir tahun, ribuan krama Pakraman Peliatan, melaksanakan prosesi Ngunya Nyatur Desa Sasih keenam atau Ngeredag Desa, Rabu (23/11) sore hingga tengah malam.
Diawali dengan puluhan Bala Ngeredag Desa, yang berseragam unik dan memukul ketongan, disusul puluhan barong dan pratima sakral mengelilingi desa dan diprosesi di setiap perbatasan.
Arus lalu lintas pun terpaksa dibuka tutup hingga menyebabkan jalur Peliatan-Ubud lumpuh dalam semalam.
Tumpukan kendaraan sudah terlihat mulai Pukul 15. 00 Wita. Ketika iringan tapakan Pura Kayangan Tiga, Pura Manca serta Pura Swagina menuju Pura Dalem Gede Peliatan.
Saat iringan prosesi Ngeredag Desa bergerak menuju perbatasan desa pakraman, sejumlah wisatawan yang terjebak macet pun turun dari mobil dan sejenak mengabadikan iring-iring unik ini. Iringan kemudian ke perbatasan desa lainnya.
Sementara iringan Bala Ngeredag Desa dengan seragam uniknya, yakni bertopi kuskusan, maseselet siyut serta bertapak dara kapur sirih terus bergerak mengelilingi desa dengan memukul kentongan.
Beragam rupa barong sakral dan pretima diarak dan diiringi ribuan warga mengelilingi desa.
Prosesi diawali semua barong dan pratima pura diprosesikan di Pura Dalem Gede Peliatan yang diikuti oleh seluruh krama.
Lanjut iringan yang dikomandoi oleh bala Ngeredag Desa dengan kentongannya bergerak menuju perbatasan desa di sisi timur, lanjut selatan.
Setelah itu bergerak ke perbatasan sisi Barat. Karena prosesi yang cukup panjang, iringan sejenak dilinggihkan di Pura Dalem Puri Peliatan. Dan pada kesempatan ini krama menghaturkan banten.
Lanjut itu hingga tengah malam iringan menuju perbatasan utara desa dan berakhir di bagian tengah, yakni di Catus Pata Desa dengan puncak prosesi sambleh.
Jero Bendesa Adat Peliatan, I Ketut Sandi mengatakan, ritual ini disebut dengan Sesuhunan Nguya Nyatur Desa atau istilah lama disebut Ngeredag Desa.
Upacara unik ini dimaksudkan untuk menetralisir unsur-unsur dasar alam sehingga memberi kedamaian dan kesejahteraan. Karena bulan keenam kelender Bali, diyakini sangat keramat.
Di mana segala macam penyakit dan hama sedang mewabah. Tanda-tandanya hujan ekstream, ditambah angin laut yang berembus kencang serta lalat dan hama tanaman sedang berbiak.
“Dulunya prosesi ini lebih dikenal dengan Ngeredag Desa, karena diawali dengan iringan Bala Ngeredag,” ungkapnya.
Lanjutnya, memasuki Sasih Kanem (bulan keenam dalam sistem penanggalan Bali, memang mendapat perhatian khusus.
Karena, sasih ini, dimaknai awam sebagai awal merebaknya aneka penyakit atau pun hama hingga bencana alam.
Karena itulah, umat diingatkan untuk waspada dan senantiasa memperhatikan alam. Karena secara faktual, Sasih Kanem merupakan musim pancaroba, peralihan dari musim kemarau panjang menuju musim hujan.
Hujan yang akan turun pada Sasih Kanem ini diyakini akan membawa bencana jika tidak diantisipasi.
“Secara sekala, kami rutin menggelar kegiatan bersih-bersih lingkungan, sungai dan lainnya. Ini bentuk penyeimbangan laku umat selian prosesi upakara,“ terangnya.
Karena itu, melalaui upcara ini, sesuhunan Barong sebagai simbol kekuatan penolak bala, dimohonkan agar senantiasa mengendalikan aura negatif yang masuk ke wilayah desa setempat.
Seiring itu pula, warga dituntun untuk menyadari dan memahami kondisi tubuhnya masing-masing. Secara bersama-sama pula memahami kondisi alam lingkungan agar keseimbangan tetap terjaga. (ina/kb)