KARANGASEM, Kilasbali.com – Dalam masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Wali Kota), ASN dan Non-ASN Provinsi Bali diimbau untuk terus menjaga netralitas.
Untuk mengingatkan para ASN/Non-ASN di lingkungan Pemprov Bali akan pentingnya menjaga netralitas, Satgas Netralitas ASN/Non-ASN yang dipimpin oleh Wakil Ketua, yang juga Inspektur Pembantu Wilayah 1 Inspektorat Daerah Provinsi Bali, I Nyoman Gde Suarditha, beserta jajaran, melakukan sidak ke tiga lokasi di Kabupaten Karangasem, yaitu SMKN 1 Manggis, SMA Amlapura, dan UPTD PPRD Kabupaten Karangasem pada Selasa (8/10).
Dalam arahannya, Suarditha menyampaikan bahwa ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak pada segala bentuk pengaruh dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun.
Ia menekankan bahwa ketidaknetralan ASN akan sangat merugikan negara, pemerintah, dan masyarakat.
Ia mengajak para ASN/Non-ASN untuk menjaga netralitas, menghindari konflik kepentingan, dan menggunakan media sosial dengan bijak.
Suarditha menambahkan bahwa Tim Satgas Netralitas ASN dan Non-ASN memiliki tiga tugas utama, yaitu pencegahan, penindakan, dan monitoring.
Dijelaskannya, langkah pencegahan telah dilakukan melalui sejumlah kegiatan seperti pengarahan Bawaslu, penandatanganan Pakta Integritas, dan pengucapan ikrar netralitas.
“Kami ingin memastikan bahwa Bapak/Ibu semua netral dan melaksanakan apa yang sudah Bapak/Ibu tanda tangani dalam Pakta Integritas. Silakan gunakan hak politik di bilik suara saja, jangan mempengaruhi ataupun secara terbuka menyatakan dukungan terhadap salah satu calon,” imbuhnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Satgas, yang juga menjabat sebagai Sekretaris BKPSDM Provinsi Bali, I Made Mahadi Sanatana.
Ia mengingatkan bahwa jenis pelanggaran netralitas meliputi aksi pemberian dukungan kepada pasangan calon (Paslon) tertentu, menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan, hingga ikut sebagai peserta kampanye Paslon.
Sementara itu, jenis pelanggaran netralitas berupa kode etik mencakup membuat postingan dukungan kepada Paslon, like/comment/share terkait Paslon tertentu, memasang spanduk, hingga menghadiri deklarasi Paslon tertentu.
Mahadi menambahkan bahwa jika ASN/Non-ASN melakukan pelanggaran, maka mereka dapat dikenakan sanksi. Pelanggaran netralitas tersebut berkonsekuensi pada hukuman disiplin sedang, berupa pemotongan Tunjangan Kinerja (Tukin) sebesar 25% selama 6, 9, atau 12 bulan; dan hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan jabatan selama 12 bulan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, hingga pemberhentian tidak dengan hormat.
“Kita jangan ‘meboya’, sudah ada beberapa laporan yang masuk terkait pelanggaran netralitas dan sudah ditindaklanjuti. Jangan sampai Bapak/Ibu melakukan pelanggaran. Mari bersama-sama kita jaga netralitas kita sebagai abdi negara dan berkomitmen untuk berpegang teguh pada Pakta Integritas yang telah kita tanda tangani,” tuturnya.
Monitoring, pembinaan, dan sosialisasi peraturan netralitas ASN dan Non-ASN akan terus dilakukan dengan menggandeng instansi terkait, seperti Satpol PP, Kesbangpol, dan Biro Hukum. (M/kb)