GIANYAR, Kilasbali.com – Yayasan Pengolahan Sampah Temesi (YPST) Desa Temesi mendapat peluang besar atas Program Pemprov Bali, dalam mewujudkan Bali sebagai Pulau Organik.
Tidak tanggung-tanggung YPST diminta menyiapkan 10.000 ton pupuk organik utnuk distribusik wilayah Bali Timur. Namun sayang, kemampuan produksi YPST masih terbatas 10 ton per hari.
Pengurus YPST Desa Temesi, I Wayan Cakra, Selasa (5/7/2023) menjelaskan permintaan tersebut sudah siap, mengingat stok tahun sebelumnya juga masih ada.
“Kami sangat mendukung program Bali Organik ini, sehingga sampah di TPA Temesi bisa terus berkurang dan diolah,” jelas Wayan Cakra.
Sedangkan rata-rata produksi pupuk organik per harinya mencapai 10 ton per hari. Jumlah produksi ini masih sangat jauh dari harapan, mengingat masih minumnya peralatan dan bangunan pengolahan sampah yang roboh.
“Dengan adanya permintaan pengadaan dari Dinas Pertanian provinsi, kami sangat terbantu pemasaran, hanya saja produksi kami belum maksimal akibat peralatan yang sudah tua dan hanggar produksi yang roboh,” jelasnya.
Ke depan, dengan adanya proyek Pengolahan Sampah Temesi bantuan dari Bank Dunia, maka seluruh sampah yang masuk ke TPA, seluruh sampah yang masuk akan diolah menjadi pupuk organik. “Ini mimpi kami, seluruh sampah yang masuk akan kami olah menjadi pupuk organik. Kami yakin terwujud,” jelasnya.
Disebutkan rata-rata sampah yang masuk ke TPA per harinya mencapai 500 ton, dari 500 ton tersebut sebanyak 300 ton bisa menjadi pupuk organik, sehingga sekitar 180 ton bisa menjadi pupuk organik.
Hanya saja, sampai saat ini YPST belum memiliki alat pilah yang memadai, dan sebagian besar sebelumnya memilah dengan manual. “Sebelumnya kami memilah dengan konvensional, manual sehingga produksinya sangat lambat,” jelasnya lagi.
Tenaga kerja di YPST ada 60 orang yang bekerja bergiliran. Dimana 20 orang sebagai tenaga produksi dan 40 orang sebagai tenaga pemilah. Tenaga pemilah ini juga sekaligus sebagai pemulung, sehingga YPST merasa terbantu dengan adanya pemulung tersebut.
Bila ada mesin pemilah, maka jumlah tenaga pemilah dikurangi namun dipindah sebagai tenaga produksi pupuk.
“Saat ini tenaga kami pekerjakan bergiliran, mengingat kendala peralatan dan tempat produksi yang belum perbaikan,” ujarnya.
Pupuk organik produksinya dijual dengan harga Rp 1.000 per kilo, dan disediakan kemasan 10 kg, 25 kg dan 40 kg. (ina/kb)