GIANYAR, Kilasbali.com – Gubernur Bali, Wayan Koster bersama Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) melakukan persembahyangan Rahina Tumpek Landep dengan Upacara Jana Kerthi di Pura Pangukur-ukur, Desa Adat Sawa Gunung, Desa Pejeng Kelod, Tampaksiring, Gianyar, Sabtu (9/4).
Koster menyampaikan, sebagai implementasi Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2022 tentang Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi dalam Bali Era Baru, Pemerintah Provinsi menginisiasi perayaan Rahina Tumpek Landep dengan Upacara Jana Kerthi melalui Instruksi Gubernur Bali Nomor 05 Tahun 2022.
“Nilai-nilai adiluhung Sad Kerthi perlu dipahami, dihayati, diterapkan, dan dilaksanakan secara menyeluruh, konsisten, berkelanjutan dengan tertib, disiplin, dan penuh rasa tanggung jawab oleh seluruh masyarakat Bali secara niskala dan sakala,” katanya.
Dijelaskan, Tumpek merupakan hari yang sakral karena pertemuan dua waktu transisi, yaitu: Kliwon (waktu terakhir dalam siklus Panca Wara) dan Saniscara (waktu terakhir dalam siklus Sapta Wara). Tumpek Landep adalah tumpek yang pertama dari enam tumpek yang ada dalam siklus kalender Bali.
“Secara filosofis makna perayaan Tumpek Landep adalah mengasah batin dan pikiran manusia melalui penyucian diri dan perbuatan mulia agar pikiran tetap tajam dan kuat seperti gunung atau wukir,” ujarnya.
Dikatakan, Rahina Tumpek Landep memuja Dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati, memohon waranugraha agar terus menerus diberi kecerdasan dan keteguhan dalam menghadapi dinamika hidup.
Lanjutnya, manusia adalah mahluk yang paling beruntung karena dianugrahi manah (pikiran), cita (angan-angan) dan budhi (buah pikiran). Pikiran merupakan cikal bakal timbulnya perkataan dan perbuatan seseorang. Pikiran juga sebagai sumbernya nafsu yang menggerakkan perbuatan baik maupun buruk, oleh karena itu pikiran harus terus dikendalikan.
“Berbagai cara telah dilakukan masyarakat Bali dalam memaknai Tumpek Landep. Secara niskala dilakukan persembahyangan dan upacara yadnya, sebagai wujud rasa syukur atas anugrah Tuhan. Secara sakala, kita memuliakan dan merawat berbagai hasil produk pikiran atau karya cipta-rasa-karsa manusia seperti keris, tombak, patung, senjata, mesin, termasuk hasil karya teknologi digital,” bebernya. (jus/kb)