DENPASAR, Kilasbali.com – Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada (Kagama) Bali bekerjasama dengan ARMA Ubud mempersembahkan pameran Lukisan Kelompok Sapta Prasasta Kerthamasa
dengan tema “Kerthamasa” yang secara etimologis bermakna “Masa (-jeda) demi Kesejahteraan berkelanjutan”.
Sekretaris Kagama Bali, Arya Suharja mengatakan, konsep Kerthamasa dalam keutuhan paradigma Subak (yang berasal dari kata subhakarma, parilaksana becik), lahir dari suatu sistem pengetahuan yang terbangun dari praxis atau pengalaman panjang tradisi pertanian par excellence.
“Suatu siasat kebudayaan untuk meraih produktifitas optimal dan berkelanjutan dalam mengusahakan pertanian basah di Bali Dwipa, sebuah pulau kecil vulkanis dengan dataran rendah yang sempit,” ujarnya.
Kerthamasa, lanjut dia, adalah langkah konstruktif dan pro aktif dalam idea pertanian lestari. Tema ini diambil dari khazanah tatanan tradisi kebudayaan pertanian Bali, menunjuk suatu masa ketika seluruh petani anggota subak di seluruh Pasedahan dan semua Pasedahan Agung di se-antero Bali wajib melakukan jeda menanam padi untuk satu musim tanam, dan menanam palawija.
“Tujuan jeda ini adalah memutus siklus hidup hama padi, merawat daerah tangkapan hujan dan “mengistirahatkan” sumber air demi kesinambungan pasokannya, dan nemulihkan kesuburan tanah dengan menanam kacang-kacangan,” tandasnya.
Dikatakannya, masa jeda ini tidak akan berhasil kalau ada satu saja petani anggota Subak di suatu Pasedahan melanggarnya. Tradisi ini menegaskan kearifan para Panglingsir kebudayaan Bali terhadap keniscayaan melembagakan satu sistem yang utuh, disiplin sosial, dan pemahaman tentang perlunya pengurbanan (yasakerthi, yajna-red) dalam mencapai suatu tujuan.
“Semangat di balik konsep Kerthamasa sangat relevan dihidupkan di masa kini untuk acuan memahami situasi kekinian yang sedang dialami Bali, Indonesia dan seluruh umat manusia di bumi.
Bahwa alam memiliki hukum dan batas-batasnya, dan manusia mesti melakukan tindakan konstruktif dan pro aktif, mitigasi dan adaptasi di setiap persimpangan yang dilalui perkembangan peradabannya,” lanjutnya.
Arya menambahkan, pndemi ini memaksa umat manusia melakukan jeda, menoleh ke belakang dan menilai langkahnya. Kerthamasa, periode jeda yang niscaya saat setiap umat manusia mesti berhenti sejenak menoleh ke belakang, menilai langkah hari ini, dan menata masa depan peradaban.
“Setiap subjek kebudayaan patut berorientasi dan menentukan kembali arah keadaban dan peradabannya demi mencapai kesejahteraan manusia dan semesta,” ujarnya.
Presentasi Kelompok Sapta Prasasta dalam pameran ini adalah respon mereka atas situasi batas dan tawaran yang lahir dari “Tiwikrama” di studio masing-masing di tengah Pandemi Covid 19 ini.
Seniman dan karya-karyanya merepresentasikan UGM yang adalah miniatur Nusantara. Ada karya Realis, impresionis, abstrak dekoratif, kontemporer, kubisme. Dalam presentasi mereka yang sublim, jejak seni tradisi memang terasa agak samar. (sgt/kb)