DENPASAR, Kilasbali.com – Penanganan wisatawan asing yang membuat onar di Bali dan mengganggu pariwisata Bali telah dideportasi. Bahkan, wisatawan asing yang bermasalah dan telah dideportasi di tahun 2023 ini sebanyak 104 orang. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) di Denpasar.
Dia menyampaikan terkait kuota pariwisata tidak ada, hanya saja membatasi wisatawan yang melanggar ketertiban, norma pariwisata Bali. “Pembatasan pariwisata, gak ada kita bicara kuota, yang jelas pariwisata wisatawan yang melanggar ketertiban norma ini dibatasi bukan kuota,” jelasnya.
Mantan Bupati Gianyar ini juga menegaskan, setahun belakangan ini wisman yang melakukan pelanggaran hukum sebanyak 104. “Begitu tahu pelanggaran terkait hukum, 104 yang dideportasi jadi cukup besar. Kami juga lakukan sosialisasi ke pemkab agar juga bergerak tegas dalam hal ini,” tegasnya.
Sementara itu, disinggung terkait satu negara yang warganya membuat onar di Bali, Cok Ace tidak ingin ada diskriminasi. “Kita tidak ingin diskriminasi negara satu tersebut, puluhan ribu warga mereka tinggal di Bali cenderung berkumpul. Makanya saat mereka kumpul merasa solid dan lebih kuat, tidak ada diskriminasi,” imbuhnya.
Dia menegaskan tidak ada dibatasi dengan dilarang untuk berlibur ke Bali. Melainkan membatasi yang tidak patuh dengan aturan di Bali dan yang bisa menurunkan pariwisata. “Terutama wisman yang tidak patuh dan bisa menurunkan citra pariwisata yang kurang bagus,” beber Cok Ace.
Dalam penanganannya, Pemprov Bali juga telah melakukan koordinasi dengan Kemenkumham, Polda Bali, Dispar hingga Satpol PP Provinsi Bali. “Itu terkait pengembangan deportasi, minimal wisman di Bali mereka paham bahwa pemerintah tegas,” pungkasnya.
Sebelumnya, dalam siaran pers Humas Pemprov Bali, Cok Ace juga mengungkapkan, situasi kepariwisataan Bali mendapat perhatian serius Gubernur Bali, Wayan Koster. Dirinya sempat berbincang dengan gubernur membahas maraknya ulah Warga Negara Asing (WNA) yang kemudian viral di media sosial (medsos) dalam beberapa minggu terakhir.
Menindaklanjuti situasi itu, pemerintah membentuk Satgas Pariwisata dan telah melakukan tugas di lapangan. Menurut Cok Ace, setelah Satgas bergerak dan intens melakukan penertiban, dari pengamatan mata, pelanggaran oleh WNA sejatinya sudah jauh berkurang.
“Contohnya pelanggaran lalu lintas, saya amati di objek wisata seperti Ubud sudah jauh berkurang. Saya lihat mulai tertib,” ujarnya.
Namun, karena berpacu dengan cepatnya informasi yang berkembang di media sosial, usaha yang dilakukan Satgas seolah belum membuahkan hasil alias tak ada perubahan. Menurutnya hal ini perlu disikapi serius agar cepat tuntas dan tak menimbulkan rasa antipati masyarakat terhadap wisatawan.
Lebih jauh ia menegaskan, penertiban terhadap WNA mesti ditekankan pada sejumlah bidang yaitu perilaku tertib di jalan raya, kepatuhan pada norma serta adat istiadat, pelanggaran izin tinggal dan penyalahgunaan narkoba.
“Ini yang kita evaluasi hari ini, apa yang sudah kita lakukan. Hasil dari rapat ini juga akan menjadi bahan laporan dalam rapat evaluasi mingguan yang akan digelar Kemenkomarves,” ucapnya.
Pada bagian lain, ia meminta seluruh komponen mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan pariwisata yang berkualitas. Ia pun meluruskan istilah kuota wisatawan yang diwartakan secara sepotong di media dan menimbulkan pro dan kontra.
“Maksudnya bukan pemberian kuota dalam artian jumlah, tapi pembatasan terhadap wisatawan mancanegara yang nakal,” imbuhnya.
Agar upaya Satgas lebih efektif, dia mempertanyakan kemungkinan mempublikasikan jumlah wisman yang kena deportasi di tempat-tempat strategis seperti perempatan jalan.
“Kalau memungkinkan dan itu tak melanggar HAM, kita pajang informasi terkait jumlah WNA yang dideportasi karena pelanggaran di lokasi-lokasi yang strategis,” ujarnya. Langkah ini diharapkan menyadarkan para WNA agar tidak meniru hal serupa. (jus/kb)