GIANYAR, Kilasbali.com – Tidak hanya terabaikan selama pandemi Covid-19, ancaman rabies justru mengkhawatirkan. Terlebih, upaya pencegahan seperti vaksinasi rabies sempat terputus. Diperparah lagi dengan banyaknya anjing yang dilepas liar oleh pemiliknya.
Pantauan, Senin (28/11) keberadaan anjing di jalanan, khususnya di depan-depan rumah warga di pedesaan kembali marak. Padahal, sebelumnya seiring maraknya kasus rabies, sempat dilakukan pembatas demgan dikandangkan atau dirantai.
Namun, phobia rabies justru menurun bahkan seakan menghilang lantaran ditutupi phobia Pandemi Covid-19. Ironisnya, meski dalam beberapa pekan terakhir banyak terjadi kasus gigitan rabies hingga kasus kematian, tidak diiringi dengan peningkatan kewaspadaan.
Kondisi ini pun dibenarkan oleh Kabid Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Peternakan Gianyar, Made Santiarka. Pihaknya mengakui jika situasi epidemiolog Provinsi Bali memang mengkhawatirkan. Hanya saja menurut Santiarka, kebiasaan masyarakat belum mendukung.
Salah satunya, masih banyak warga yang buang anjing sembarangan. Disebutnya dari estimasi jumlah anjing di Gianyar sebanyak 88.338 ekor, sekitar 42% atau sekitar 37.000 ekor adalah anjing liar tanpa tuan.
“Sesungguhnya ini yang mengkhawatirkan kita, sebab anjing liat ini kontak dengan anjing lain sangat tinggi dan anjing liar ini juga kontak dengan anjing peliharaan warga,” jelas Made Santiarka.
Persoalan yang dihadapi petugas vaksinasi sebelumnya karena adanya Covid 19 sehingga alokasi anggaran untuk vaksinasi anjing menurun. “Kalau terputus sih tidak, hanya saja konsentrasi vaksinasi pada daerah zona merah,” jelasnya.
Ditambah lagi, setelah vaksinasi dilaksanakan, kemudian terdapat kasus PMK, sehingga konsentrasi petugas menyelesaikan vaksinasi PMK di seluruh desa di Gianyar. Walau demikian, di Tahun 2021 lalu, secara keseluruhan anjing peliharaan warga sudah divaksinasi sudah mengecat 91% lebih.
“Kalau anjing peliharaan warga, secara keseluruhan sudah tervaksin sekitar 91% di Tahun 2021, tidak pada anjing liar dan anjing peliharaan baru atau anakan baru,” jelasnya.
Persoalan yang dihadapi adalah, warga masih suka membuang anakan anjing betina di sungai, pantai atau di tempat pembuangan sampah. Disisi lain, pemerintah tidak bisa langsung melakukan eliminasi serentak.
“Eliminasi dilakukan selektif, pada anjing liar radius 6 km pada zona merah. Sedangkan kalau tidak zona merah tidak bisa dieliminasi, ini hambatan kita,” ujarnya.
Ditambah lagi, walau ketersediaan vaksinasi dari Pemprov Bali untuk anjing memadai, namun jasa vaksinasi bagi petugas lapangan masih sangat minim.
“Kami ewuh pakewuh memberi perintah kepada petugas lapangan. Namun bersyukur petugas lapangan tidak mempersoalkan berkait jasa ini,” tutupnya. (ina/kb)