DENPASAR, Kilasbali.com – Terpilihnya Indonesia sebagai penyelenggara Inter-Parliamentari Union (IPU) membuktikan kematangan kualitas demokrasi di Tanah Air. Oleh sebab itu, diperlukan dukungan semua pihak untuk menyukseskan acara besar tersebut.
Kualitas demokrasi Indonesia, sejak dulu, mendapat apresiasi tidak saja dari dalam negeri namun juga publik internasional. Pada Desember 2010 Presiden Korea Selatan saat itu Lee Myung-Bak sempat memberikan pernyataan terkait demokrasi dan upaya memajukan perdamaian dan stabilitas. Dirinya berpendapat bahwa Indonesia yang merupakan negara terbesar ketiga di dunia ini, bisa menjadi panutan bagi negara lain.
Kemampuan Indonesia dalam menerapkan sistem demokrasi dengan melihat latar belakangnya sebagai negara multikultural dan multiras dengan jumlah penduduknya yang banyak, adalah hal yang luar biasa. Dia menilai bahwa Indonesia memang layak menjadi panutan bagi negara lain, terutama yang masih merintis sistem demokrasi.
Dengan adanya demokrasi, negara-negara minoritas di dunia bisa menjadi mayoritas di masa depan. Kemudian dapat pula tercipta kerjasama yang damai antara negara-negara yang demokratis. Sementara itu New York Times pernah mengulas kondisi demokrasi di Indonesia sejak lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan. Pelengseran Soeharto kala itu berlangsung ricuh. Tapi, Indonesia begitu dikagumi, karena begitu siap untuk menjadi panutan demokrasi di Asia Tenggara, terutama soal transfer kakuasaan. Fenomena tumbuhnya demokrasi Indonesia yang cepat itu dianggap langka.
Marcus Mietzner selaku Pengamat Indonesia di Universitas Nasional Australia mengatakan, tidak ada keraguan bahwa Indonesia merupakan negara paling demokratis di Asia Tenggara, dan ini merupakan seseuatu yang tidak seorang pun akan memperkirakan pada tahun 1998. Sebelumnya dalam kesempatan Biden’s Democracy Summit yang bertajuk ‘The Summit for Democracy 2021. Indonesia turut serta terlibat dalam audiensi yang dihadiri oleh perwakilan dari negara-negara mitra utama Ameria Serikat.
Ketua DPR RI Puan Maharani menilai partisipasi Indonesia terkait demokrasi dan HAM pada Biden’s Democracy Summit dapat semakin menumbuhkan eksistensi Indonesia.
“Dalam forum tersebut menjadi sebuah kesempatan bagi Indonesia dalam melakukan aksi bersama negara-negara maju dalam menghadapi tantangan demokrasi di seluruh dunia saat ini,” ucap Puan dalam beberapa waktu lalu di Jakarta.
Dirinya berharap berbagai forum internasional dapat terus membawa isu peningkatan demokrasi. Dalam kesempatan IPU ke 143 di Madrid, Puan juga mendapatkan kesempatan untuk menjadi pembicara dalam forum tersebut dan membawa topik tentang demokrasi.
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Sihar P.H Sitorus menegaskan bahwa isu perubahan iklim harus menjadi salah satu prioritas program pembangunan pemerintah.
“Parlemen Dunia dan Indonesia memiliki kesamaan pandangan untuk menyelamatkan planet bumi dari ancaman perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global. Oleh sebab itu, gelaran IPU di Nusa Dua diharapkan menjadi arena bagi setiap negara untuk dapat berdiplomasi berkaitan dengan penanganan permasalahan global,” kata Sihar di Jakarta.
Setiap negara di dunia sudah harus mulai mengubah orientasi pembangunannya ke arah ekonomi biru guna mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs)
Poin strategis itu lahir dalam pertemuan parlemen dunia yang bertajuk ‘Turning the Challenges of the Covid-19 Pandemic into Opportunities for Parliaments to Achieve the SDGs.
Fadli Zon selaku Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menggaungkan bahwa dampak perubahan iklim tidak akan terkendali apabila tidak ada aksi global secara konkret.
Fadli menilai, dalam konteks ini parlemen memainkan peran strategis untuk mendorong agar kebijakan pemerintah secara langsung mampu menjawab SDGs.
“Parlemen sebagai lembaga representatif harus mengambil tanggung jawab untuk menangani perubahan iklim dan pemanasan global dengan mengintegrasikan isu tersebut ke dalam rumusan kebijakan, penganggaran dan pengawasan, sehingga relevan dengan target-target global yang ditetapkan dalam Paris Agreement dan Sustainable Development Goals,” Ujar Fadli.
Dalam konteks Indonesia, Fadli menungkapkan bahwa DPR RI saat ini sedang mendorong regulasi energi terbarukan sebagai langkah konkret menuju transisi energi dan menekan emisi karbon sekaligus sebagai upaya mitigasi dampak perubahan iklim.
“DPR RI akan mempercepat proses perumusan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT). Rancangan tersebut akan menciptakan kebijakan yang suportif terhadap penggunaan energi hijau, penyediaan insentif bagi bisnis di sektor energi terbarukan, peningkatan kapasitas SDM di bidang energi terbarukan, penetapan harga yang kompetitif,” tambah Fadli. (m/kb)