GIANYAR, Kiasbali.com – Saban tahun tepatnya di Bulan Purnama Kapat, sebuah prosesi unik digelar di Cong Poo Kong Bio, Gianyar.
Di tempat ibadah warga Konghucu ini juga didirikan pura Sri Sedana oleh warga keturunan setempat.
Alhasil, akulturasi budaya dan agama antara tradisi Konghucu dan Hindu Bali menyatu dalam harmoni.
Ketua pemaksaan Cong Poo Kong Bio dan Pura Sri Sedana, Gede Sugiharta, Kamis (17/10) mengungkapkan, tradisi kebersamaan ini sudah diwariskan secara turun temurun.
Dia menuturkan, berdirinya Cong Poo Kong Bio tempat ibadah Konghucu bagi warga Tionghoa di Gianyar sudah sejak ratusan tahun silam.
Dipercaya pada saat itu, Batara yang berstana di Pura Ulun Danu Batur melakukan perjalanan suci ke Pantai Masceti, Blahbatuh, Gianyar.
“Beliau sempat singgah di tempat yang sekarang menjadi lokasi Cong Poo Kong Bio,” paparnya.
Lanjutnya, Waktu singgah tersebut terjadi hujan yang hanya terjadi seluas area konco.
Maka dari itu dibangun sebuah pengingat di area yang terjadi hujan dan berkembang menjadi konco seperti saat ini oleh warga-warga keturunan Tionghoa di Gianyar.
Keberadaan Cong Poo Kong Bio dan Pura Sri Sedana yang beralamat di Jalan Dipta No 14A ini erat kaitannya dengan Ratu Subandar di Pura Ulun Danu Batur (dalam mitologi Hindu).
Begitu pula dengan keberadaan warga keturunan yang zaman dulu banyak berprofesi sebagai pedagang dan ahli ekonomi.
Dalam pelaksanaan piodalan dan upakara memadukan budaya Tionghoa dan Hindu Bali.
Selain tradisi Konghucu yang menggunakan lilin, dupa, dan persembahan lainnya saat piodalan. Juga melaksanakan bebantenan seperti piodalan di pura pada umumnya.
“Tahun ini, piodalan Cong Poo Kong Bio dan Pura Sri Sedana jatuh pada tanggal 17 Oktober 2024 atau setiap tanggal 15 bulan 9 Tahun Imlek atau Purnamaning Kapat dalam sistem kalender Bali,” jelasnya.
Berlangsung selama 4 hari hingga penyineban pada tanggal 20 Oktober nanti.
Pemuput upacara di Cong Po Kong Bio adalah Bio Kong Sony Cendrawan, sedangkan Pura Sri Sedana dipuput oleh Ida Pedanda Gede Manuaba dari Griya Kekeran, Pasdalem.
Sebelum puncak piodalan, juga dilangsungkan tari-tarian seperti rejang dewa, baris gede, rejang renteng, rejang sari, tari topeng dan Sidakarya, yang berkolaborasi antara Pemaksan Konco dengan warga Lingkungan Sangging.
Jumlah pemaksan dari konco ini kurang lebih 120 KK. Sebagian besar warga Tionghoa yang berdomisili di Kecamatan Gianyar.
“Tempat ibadah ini bukan hanya milik umat Konghucu tetapi juga masyarakat yang berkeyakinan untuk melakukan persembahyangan disini,” ujar Gede. (Ina/kb)