GianyarNews Update

Ini Hasil Paruman Buntut Penutupan Akses Jalan Proyek Milik WNA

    GIANYAR, Kilasbali.com – Buntut penutupan akses jalan proyek milik WNA oleh Krama Desa Adat Bedulu, Blahbatuh, Gianyar, digelar paruman dengan menghadirkan mantan prajuru adat setempat, Senin (15/7) malam.

    Dalam paruman yang berlangsung alot tersebut, dalam hitungan sebulan penanggung jawab kontrak dan pelaksanaannya menyelesaikan permasalahan sewa lahan adat dengan pihak WNA tersebut.

    Jika tidak ada penyelesaian, maka krama akan menempuh upaya hukum dan akses jalan tidak akan dibuka.

    Sebagaimana diketahui, penanggung jawab kontrak saat itu adalah mantan Bendesa Adat Gusti Made Serana yang juga anggota DPRD Gianyar.

    Sementara pelaksana kontrak I Putu Ariawan yang kini menjabat Perbekel Bedulu Sebelum nilai sewa menyewa lahan milik desa adat jelas. Warga belum mau membuka akses jalan tersebut.

    Ketua Mudita Kertha Sabha Desa Adat Bedulu, I Wayan Sudarsana, Selasa (16/7), mengatakan dalam paruman yang digelar Senin (15/6) malam, dipertemukan prajuru (pengurus) lama dengan prajuru baru untuk menemukan penyelesaian dari permasalahan terkait nilai sewa menyewa aset desa adat.

    Sejumlah hal disepakati, dimana pengurus desa adat yang lama, dipimpin oleh Gusti Made Serana,  sebagai penanggung jawab kontrak diberikan waktu maksimal satu Minggu untuk mempertanggung jawabkan kontrak tersebut, dan I Putu Ariawan sebagai pelaksana, untuk menuntaskan uang kontrak.  Yang menurut warga nilainya masih simpang siur.

    Baca Juga:  Ngaben Massal Bersubsidi di Desa Adat Batuan

    “Jika tidak tercapai kepastian itu, maka akan ditempuh jalur hukum, dilaporkan sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.

    Sementara, persoalan investor yang sejak awal dikhawatirkan melapor terkait penutupan akses jalan, itu merupakan haknya untuk mendapatkan keadilan. “Itu kita serahkan kepada investor, itu merupakan hak investor,” ujarnya.

    Sementara mantan Bendesa Adat Bedulu,  I Gusti Made Serana, menyatakan dirinya tidak pernah mengantongi uang dari investor atas sewa tanah pelaba Pura Dalem.

    Baca Juga:  Mr. Bong Ditemukan Membusuk Terendam di Kolam Eks Villa Leak

    Investor memang telah membayar biaya sewa dan disetor ke kas desa adat termasuk kepastian nilai kontrak. Uang sewa yang diterima oleh prajuru sebesar Rp 608 juta untuk tahap pertama pembayaran. “Ada tiga tahap pertama pembayaran, dimana dana tahap pertama telah digunakan untuk biaya odalan dan melunasi biaya pembangunan pura dengan laporan pertanggungjawaban yang jelas,” jelasnya.

    Terkait permasalahan ini, kata Serena, sekitar tahun 2023 ada WNA ingin menyewa tanah pelaba pura dengan luas 36 are. WNA itu ingin buat usaha di atas tanah pelaba pura dalam jangka waktu 25 tahun dengan sewa Rp 2,5 juta per are.

    “Waktu itu melalui paruman desa adat, krama sudah setuju dan sepakat tanah pelaba pura disewakan kepada WNA sebesar Rp 2,5 juta per bulan. Luas lahan 36 are dengan jangka waktu sewa 25 tahun,” jelas Gusti Made Serana.

    Baca Juga:  Konsulat Kehormatan Prancis Minta Perpanjangan Pencarian Remaja Hilang di Batukaru

    Setelah masa jabatan Gusti Made Serana selaku bendesa habis, dalam masa perjalanan pembayaran biaya sewa, bendesa adat yang baru bersama prajuru mereview kesepakatan nilai sewa tanah pelaba pura dari Rp 2,5 juta per are menjadi Rp 3 juta per are.

    Review dilakukan karena beredar isu di masyarakat ada pihak yang diduga mencari keuntungan dari penyewaan tanah pelaba pura dengan markup sewa tanah menjadi Rp 3 juta per are. Isu ini semakin kuat ketika sejumlah warga menelusuri termasuk mempertanyakan kepada investor.

    “Karena mulai simpang siur tentang sewa kontrak tanah pelaba pura, krama Desa Adat Bedulu turun melakukan demo dan melakukan aksi penutupan akses jalan menuju proyek,” pungkasnya. (INA/KB)

    Back to top button