DENPASAR, Kilasbali.com – Rekasadana (pergelaran) Arja Sewagati yang disajikan Sanggar Seni Arja Kerthi Winangun, Kecamatan Negara, Duta Kabupaten Jembrana dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB)XLVI memang beda.
Kesenian Arja yang tampil di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Selasa (2/7) itu dilakukan dengan “negak” (duduk). Bukan seperti dramatari arja biasanya yang menari dalam posisi berdiri.
Arja Sewagati disajikan dalam posisi duduk, lalu melantunkan tembang Sewagati khas Kabupaten Jembaran. Para penari, hanya menggerakan badan, tangan serta ekspresi wajah sesuai dengan kisah yang diangkat. Para penari juga mengenakan busana tari seperti kostum dramatari arja biasanya. Walau demikian, mereka tampil apik dan menarik. Mungkin, karena didukung beberapa penari asli, penari saat kesenian ini dibentuk pada 1995 silam.
Penonton yang sejak awal penasaran dengan kesenian khas daerah Bali Barat ini tetap menungu santai untuk dapat menyaksikan kekhasannya itu. Memang, sore menjelang malam itu, penonton yang hadir di gedung berkapasitas sekitar 800 orang itu tidak banyak. Namun, jumlahnya penonton tetap. Kalaupun bertambah, hanya satu dan dua penonton saja.
Arja Sewagati bersumber dari lontar Sewagati untuk kali ini mengangkat lakon “Satya Semaya” dengan menampilkan lima tokoh utama, sperti Ni Ketut Sewagati, I Nyoman Ratna Samara, I Gede Muda Lara serta dua punakawan bernama Punta dan Kartala yang bertugas menterjemahkan tembang-tembang dari semua tokoh itu.
Dalam arja ini, semua tokoh yakni, Ni Ketut Sewagati, I Nyoman Ratna Samara, dan I Gede Muda Lara dalam berbicara menggunakan tembang Sinom Sewagati yang satu-satunya ada di Kabupaten Jembrana. Dalam percakapnnya, baik dalam keadaan sedih, gembira ataupun konflik menggunkan tembang Sinom Sewagati. Agar bisa sampai kepada penonton, Punta dan Kartala kemudian menerjemahkan. Mirip kegiatan mesanti saat upacara di Bali.
Arja Sewagati diangkat dari cerita yang menceritakan keluarga petani yang memiliki seorang putri nernama Ni Ketut Sewagati yang terkenal kecantikan dan kebaikan hatinya. Ia telah memiliki kekasih tampan dengan budi pekerti dan berbudi luhur bernama I Nyoman Ratna Samara. Mereka mesatya wacana, berjanji untuk tidak menghianati satu sama lainnya.
Parasnya yang cantik, Ni Ketut Sewagati banyak yang tertarik padanya. Termasuk pria kaya raga dan arogan dari Desa Tetangga bernama I Gede Muda Lara. Walau usia terpaut jauh, namun I Gede Muda Lara, tetap berusaha mendekati Ni Ketut Sewagati dengan membantu orang tuanya membawa hasil panen bersama teman-temannya tanpa meminta upah. Cara ini dilakukan agar dapat melihat secara langsung kecantika Ni Ketut Sewagati.
Tanpa berpikir panjang, I Gede Muda Lara melamar Ni Ketut Sewagati melalui kedua orang tuanya dan di setujui. Mendengar hal tersebut, perasaan Ni Ketut Sewagati hancur. Dia merasa dihadapkan dengan dua pilihan, bakti terhadap orang tua atau setia kepada janjinya kepada sang kekasih.
Singkat cerita, berita tersebut telah sampai kepada kekasihnya I Nyoman Ratna Samara. Setelah mengatahui perjodohan tersebut, I Nyoman Ratna Samara menjadi resah, sehingga memutuskan untuk kawin lari. Di sisi lain, I Gede Muda Lara mengetahui adanya kawin lari itu. Ia kemudian merasa dihianati oleh kedua orangnya Ni Ketut Sewagati. Ia kemudian datang ke rumah Ni ketut Sewagati untuk mengambil kekayaan yang telah diberikan. Beruntung, aparat desa datang untuk mendamaikan.
Pemeran Karta, I Gusti Komang Arsudi mengatakan, meski dilakukan secara duduk, tetapi pementasa Arja Sewagati ini sesungguhnya lebih sulit. Menari dalam posisi duduk tidak akan besa dilakukan secara maksimal. Walau demikian, gerak tari itu tetap ada, sehinga sajian ini menjadi lebih menarik. “Kalau jalan adegan berjalan, kami hanya membayangkan berjalan, namun untuk tanjek da aksen-aksen tari itu tetap ada, sehingga dapat ditangkap penabuh,” ucap penari asli Arja Sewagati ini.
Sementara Ketua Sanggar Seni Arja Kerthi Winangun I Gusti Ketut Sugiardana mengatakan, kesenian Arja Sewagati ini merupakan kesenian khas Kabuapaten Jembaran yang berdiri sekitar tahun 1985. Arja ini sempat mengalami masa kejayaan di tahun 1990-an. “Sejak berdiri kesenian Arja Sewagati ini dilakukan dengan negak (duduk) lalu melantunkan tembang sewagati khas Kabupaten Jembaran,” paparnya.
Seiring perjalan waktu, kesnian ini sejak 2000 tidak pernah dipentaskan. “Ajang PKB ke-46 ini kembali mendapat kesempatan pentas. Ini inisiasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bidang Kesenian merekonstruksi kembali dengan harapoan kesenian ini dapat dilestarikan dan dipelajari anak-anak muda,” harapnya. (rl/kb)