GIANYAR, Kilasbali.com – Pasar Semabaung, yang dulunya identik dengan pasar hewan kini hanya menyisakan 4 pedagang babi. Sangat ironis, di tengah paceklik pengunjung mereka harus tutup alias Lock down lantaran wabah PMK.
Kini ketika himbauan penutupan pasar diperpanjang para pedagang ini tetap berjualan. Dengan pertimbangan aktivitas tidak seramai pasar lainnya, mereka berharap tidak ada lagi lockdown.
Ni Ketut Punduh (75) pedagang tertua sekaligus tertua di pasar setempat menyebutkan, Pasar Semabaung kini tidak lagi identik dengan pasar hewan. Setelah adanya beberapa kali renovasi penambahan ruko hingga membuat los pasar hewan menyempit.
“Kalau dulunya dagangnya melebihi 30-an. Namun terus berkurang hingga menjadi 8 orang. Akibat covid berkurang lagi dan tinggal 4 pedagang,” ungkap Dadong Punduh, Rabu (3/8).
Meski ditinggal pengunjung, Punduh mengakui masih saja ada satu dua pengunjung, terutama yang membutuhkan babi anakkan secara mendadak untuk keperluan upacara. Hanya saja, peluang mendapat pendapatan rutin memang tidak bisa diharapkan.
Terlebih, mereka harus siap-siap rugi, karena pengeluaran rutin wajib dipenuhi. Seperti biaya pengangkutan babi hingga retribusi pasar yang senilai Rp 10 Ribu per keranjang babi.
“Sedikitnya seharinya kami keluarkan uang Rp 30 ribu. Belum termasuk.makan. Karena saya bawa makan dari rumah,” terang punduh lagi.
Terkait adanya wabah penyakit ternak (PMK) Punduh mengaku sudah sering didatangi petugas. Bahkan bersama pedagang lain mereka sudah rutin melakukan penyemprotan disinfektan. “Sudah setiap hari di semprot-semprot. Meski belum ada yang menyebutkan babi kena penyakit kuku itu,” terangnya lagi.
Dirinya pun mengaku sudah mengikuti perintah penutupan pasar beberapa waktu lalu. Yakni dari awal hingga pertengahan Juli. Jika kini harus diperpanjang, untuk Pasar Semabaung diharapkan ada pertimbangan khusus.
Setidaknya situasinya yang sepi dan jenis ternak yang dijual hanya babi. Malahan di Pasar umum kecamatan, pedagang ternak dinilai lebih ramai dan tidak pernah diberlakukan penutupan.
“Kalau ditutup lagi, mungkin kami tidak juakan lagi disini. Lebih baik pindah aja. Saya bertahan disini karena memiliki kenangan selama berpuluh-puluh tahun,” pungkasnya. (ina/kb)