GIANYAR, Kilasbali.com – Para yowana di sejumlah desa adat di Gianyar, terlanjur telah membuat ogoh-ogoh. Di sisi lain, ada kontra pengertian yang diterjemahkan oleh para yowana antara SE tentang Pembuatan dan Pawai Ogoh-ogoh oleh Majelis Desa Adat ( MDA) Bali dan imbauan Gubernur Bali agar Ogoh-ogoh tidak diarak dengan pertimbangan meningkatya kasus Covid -19.
Di Desa Adat Keliki, Tegallalang, prajuru adat setempat rupanya memiliki jurus jitu untuk mengantisipsi kekecewaan generasi mudanya. Lantaran diputuskan tidak ada pawai dan pemuda setempat sudah terlanjur membuat ogoh-ogoh, pemuda setempat diberikan dana pengganti dalam bentuk dana insentif. Nilainya mulai dari Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta menurut tingkat penyelsaiannya.
Bendahara Desa Adat Keliki I Made Ariasa yang dikonfirmasi, Senin (14/2) membenarkan, jika pihaknya memberikan insentif bagi Sekaa Teruna yang yang sudah membuat ogoh-ogoh namun tidak bisa diarak saat pengerupukan nanti.
Disebutkan, bagi yang ogoh-ogohnya selesai 50 persen diberikan pengganti Rp 2 juta, dan bagi yang baru jadi rangkanya saja diberikan Rp 1,5 juta. Adapun Sekaa Teruna yang mendapatkan insentif Rp 1,5 juta sebanyak 3 Banjar yakni Banjar Triwangsa, Banjar Pacung, dan Banjar Salak. Sedangkan yang mendapatkan insentif Rp 2 juta ada 1 banjar yakni Banjar Keliki karena ogoh-ogohnya sudah selesai 50 persen.
Ditambahkannya, jika pemberian insentif tersebut dilakukan karena dalam pembuatan ogoh-ogoh tersebut para pemuda sudah menalangi dana yang kebanyakan bersumber dari kas yang dimiliki Sekaa Teruna masing-masing.
Karena itu, lanjut dia, prajuru adat sepakat mengganti dana dengan insentif. “Dana ini diambil dari dana pemasukan Desa Adat,” sambungnya.
Dikatakan, jika melonjaknya kasus Covid-19, para pemuda sudah sepakat untuk meniadakan pengarakan ogoh-ogoh, dan pembuatan ogoh-ogoh pun tidak dilanjutkan.
“Kami sangat mengapresiasi keputusan pemuda sudah sepakat mengikuti intruksi pemerintah,” tandasnya. (ina/kb)