GIANYAR, Kilasbali.com – Sebutan desa setra kerajinan gerabah yang disandang Desa Adat Prangsada, Pering, Blahbatuh tinggal menunggu waktu untuk menghilang. Pasalnya, kerajinan dari tanah liat ini, kini ditinggalkan generasi penerus. Bahkan, jumlah pengerajin yang tersisa kini hanya lima orang saja.
Salah seorang perajin yakni, Ni Wayan Guri (60) menuturkan, di tahun 1970-an hampir semua warga menjadi pengerajin gerabah. Dikatakanya, warga di desanya ini memebuat segala peralatan rumah tangga hingga perlengkapan upacara yang berbahan tanah liat.
“Hampir setiap KK menghasilkan peralatan masak dari gerabah. Namun saat ini hanya tinggal lima perajin saja, sebutnya.
Padahal kerajinan gerabah dari desa Prangsada hingga kini sujatinya masih dikenal, karena di wilayah Gianyar hanya di Prangsada satu-satunya desa penghasil gerabah,” tuturnya, Minggu (8/9/2019).
Menurutnya, untuk memproduksi gerabah, dirinya dibantu oleh sang suami I Made Badra dan beberapa buruhnya harian lepas. Di mana selain membuat payuk, dirinya juga membuat pot, tungku perapian, dan lainnya, sesuai dengan pesanan.
Guri juga menyayangkan terputusnya generasi pengerajian gerabah ini, lantaran dinilai pekerjaan kasar dan kotor. Padahal jika ditekuni, permintaan tidak pernah terputus. Terlebih, jika dibuat lagi produk yang baru menyesuaikan pesanan.
Anak muda di desanya, dikatakannya lebih memilih bekerja di bidang pariwisata. Padahal anak-anak yang bekerja di pariwisata ini mengetahui, jika hotel-hotel maupun restourant banyak menfaatkan kerajian tanah liat ini, baik sebagai hiasan atau perabotan untuk menambah kesan klasik.
Sementara itu, untuk pasar lokal pun diakuinya masih stabil. Terlebih pada musim ngaben atau upacara adat lainnya, dirinya malah kewalahan melayani pesanan. Bahkan, beberapa pesanan sempat ditolak lantaran keterbatasan tenaga. Melihat potensi ini, Guri berharap di desanya tetap ada yang menuruskan kerajinan gerabah yang sudah memiliki nama ini. Namun sayang, tidak hanya yang muda-muda saja yang meninggalan kerajinan ini, yang tua-tua juga demikian.
Guri mengatakan kalau warga sebayanya juga sudah tidak ada lagi yang membuat kerajinan gerabah ini. Kebanyakan mereka lebih memilih sebagai buruh tani. Karena dibanding membuat gerabah, buruh tani penghasilannya lebih besar dan tidak memerlukan modal. (ina/kb)