DENPASAR, Kilasbali.com – Kurang lebih sebanyak 70 persen masyarakat Bali mengantungkan hidupnya dari sektor pariwisata berbasis budaya ini. Untuk itu, pelestarian seni dan budaya diharapkan dilakukan sejak usia dini, sehingga seni dan budaya Bali itu tidak tergerus di era digitalisasi ini.
Pendapat tersebut dikatakan Tokoh Muda asal Denpasar Gede Ngurah Ambara Putra, SH., saat ditemui di Denpasar, Selasa (12/3/2019).
“Untuk itu saya harap ada semacam pelatihan seni dan budaya di masing-masing banjar yang ada di Bali. Dengan demikian, mereka akan terbiasa, dan secara tidak sadar ikut berperan aktif dalam melestarikan seni dan budaya Bali itu sendiri,” ujarnya.
Upaya pelatihan sendiri, lanjutnya, dengan melibatkan potensi yang ada di masing-masing banjar. “Jadi seniman yang ada di desa pakraman itu yang kita libatkan,” jelasnya.
Selain itu, di tingkat TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK juga diharapkan memaksukan pendidikan seni dan budaya ke dalam kurikulum, sehingga memiliki jam pelajaran yang sama dengan mata pelajaran lainnya.
Menurutnya, memang selama ini di sekolah ada seni dan budaya yang dimasukkan ke dalam ekstrakurikuler. Namun itu belum cukup, hanya sekedar pelengkap saja.
“Jadi pendidikan seni dan budaya itu harus menjadi pelajaran pokok, karena jika tidak anak-anak itu tidak akan mau belajar,” sebutnya.
Bali yang merupakan destinasi wisata dengan tagline Pariwisata Budaya ini, tidak akan dikunjungi turis jika seni dan budaya itu hilang.
“Tanpa seni dan budaya, wisatawan itu tidak akan datang ke Bali. Karena jika hanya mengandalkan alam dan keindahannya, itu tidak sebanding dengan negara tetangga yang menjual pariwisata alamnya,” tandasnya. (jus*/kb)