TABANAN, Kilasbali.com – Penyidik Polres Tabanan menetapkan empat orang tersangka dalam kasus korupsi Dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) di Kecamatan Kerambitan.
Keempat tersangka itu antara lain WS yang berstatus sebagai Ketua UEP yang juga Kepala Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Tibubiu, Kecamatan Kerambitan.
Selanjutnya, NE yang berstatus sebagai bendahara UEP yang juga Kepala LPD Desa Mandung dan ND selaku Ketua Badan Kerjasama Lembaga Perkreditan Desa (BKS-LPD) yang juga mantan Ketua LPD Desa Meliling.
Berikutnya, MW yang berstatus sebagai mantan Ketua Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Kecamatan Kerambitan.
“Waktu kejadiannya tahun 2016, 2019, dan 2020,” ungkap Kapolres Tabanan, AKBP Chandra Citra Kesuma dalam keterangan pers yang disampaikan pada Senin (20/1).
Ia menjelaskan, dalam proses penyidikan kasus ini, penyidik telah memeriksa 46 orang saksi. Mereka terdiri dari beberapa warga yang identitasnya dicantumkan ke dalam daftar kelompok fiktif. Daftar itu mereka pakai untuk pengajuan dana UEP yang bersumber dari APBN.
Selain itu, pihaknya juga meminta keterangan pengurus Unit Pengelola Kecamatan (UPK) di Kecamatan Kerambitan, ahli Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LPLPD) Bali, dan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bali.
“Bahwa tersangka WS sebagai Ketua UEP bersama tersangka lainnya telah bersama-sama membijaksanai permohonan pengajuan proposal dana UEP dengan cara melanggar aturan dan pencairan dana UEP,” ujar Chandra menyampaikan modus yang dilakukan dalam korupsi ini.
Secara garis besar, Chandra memberikan uraian terkait modus yang dilakukan keempat tersangkat tersebut.
Pertama, proses pengajuan proposal dana UEP itu dilakukan tanpa verifikasi Pembina LPD Tabanan untuk memastikan LPD sebagai pemohon masuk ke dalam kategori sehat.
“Dan, tanpa dilengkapi administrasi pengajuan permohonan yang lengkap atas kebijaksanaan tersangka WS dan dicairkan oleh tersangka NE,” bebernya.
Berikutnya, tersangka membuat daftar kelompok penerima fiktif untuk diajukan sebagai proposal dana UEP.
Setelah cair, dana itu kemudian bukan diarahkan untuk nama-nama warga yang masuk ke dalam daftar kelompok yang dibuat tersangka NE dan ND.
Proses penyaluran dana UEP yang telah cair juga tidak melalui LPD di wilayah Kecamatan Kerambitan. Melainkan disalurkan kepada pribadi yang salah satunya adalah tersangka MW.
Tidak hanya itu, dana UEP itu juga dipakai untuk operasional LPD seperti membayar tabungan warga, bunga tabungan warga, maupun bunga deposito warga yang dikelola LPD.
Setelah BPKP Bali melakukan audit terhadap pengurus UEP Kerambitan, para tersangka melanggar Permendagari Nomor 414.2/506/PMD.
Peraturan itu memuat petunjuk teknis dan pelaksanaan kegiatan UEP Bali dan Standar Operasional Prosedur Pengelolaan Dana Bergulir UEP.
“Sehingga hasil audit BPKP Bali menyatakan adanya kerugian yang totalnya sebesar Rp 1,03 miliar,” sambungnya.
Chandra juga mengungkapkan, dalam proses penyidikan, keempat tersangka sempat melakukan pengembalian kerugian negara.
Rinciannya, tersangka WS mengembalikan sebesar Rp 416,4 juta, pengembalian oleh NE sebanyak Rp149 juta, ND sebanyak Rp 340 juta, dan MW sebanyak Rp 300 juta.
Sehingga total pengembalian yang telah dilakukan oleh empat tersangka tersebut sebesar Rp 905,7 juta.
Meski demikian, proses pengembalian kerugian negara tersebut tidak menghapus tindak pidana yang telah dilakukan terhadap keempat tersangka. Sehingga kasus inipun tetap berlanjut ke proses hukum. (c/kb)