
DENPASAR, Kilasbali.com – Istri dari Gubernur Bali Wayan Koster, yakni Putri Suastini Koster selaku Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) Provinsi Bali, Palemahan Kedas (PADAS), kembali menegaskan pentingnya pengelolaan sampah yang dimulai dari sumbernya, termasuk di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
Hal ini disampaikannya dalam webinar bertajuk “Pengelolaan Sampah Domestik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan” yang diselenggarakan secara daring pada Rabu (23/7), guna memperkuat komitmen Bali menuju pengelolaan sampah yang tuntas dan bertanggung jawab.
Dalam paparannya, Ibu Putri Koster mengangkat realitas menyedihkan TPA Suwung yang selama 41 tahun menjadi tempat pembuangan akhir berbagai jenis sampah. “Kini Bali memiliki gunung sampah,” ujarnya.
Tumpukan sampah ini, menurut Ibu Putri, bukan hanya merusak pemandangan, tetapi juga mencemari udara, tanah, dan air, serta menjadi sumber bencana lingkungan yang serius.
“Menganggap sampah sebagai masalah yang bisa dipindahkan hanyalah penundaan bencana. Tetapi ketika kita mulai mengelola sampah dari sumbernya, maka akan menjadi berkah,” tegasnya.
Putri Koster juga menyoroti pentingnya pengelolaan sampah domestik di rumah sakit, yang sering kali luput dari perhatian.
“Saya yakin limbah medis sudah dikelola sesuai prosedur. Tapi bagaimana dengan sampah domestik dari pasien, dari dapur rumah sakit? Apakah sudah dikelola dengan benar?” tanyanya secara kritis.
Sebagai solusi konkret, dia mengajak semua elemen, termasuk fasyankes, untuk melakukan pengolahan sampah organik langsung di sumbernya. Ia mencontohkan beberapa metode yang dapat diterapkan di rumah maupun di rumah sakit:
Sampah organik basah seperti sisa makanan dan buah-buahan dapat dikelola dengan komposter yang diisi mikroba cair atau eco enzyme.
Hasil dari pengolahan sampah organik menggunakan eco enzyme ini harus diencerkan terlebih dahulu dengan air sebelum digunakan untuk menyiram halaman.
Sampah organik kering atau sampah halaman dapat dikelola pada teba modern, yang nantinya dapat menghasilkan pupuk organik.
“Sampah sekecil apapun wajib dituntaskan di tempat asalnya. Ini menjadi kewajiban semua warga Bali tanpa syarat dan tanpa alasan,” tegasnya.
Putri juga menyampaikan pentingnya peran desa dan komunitas adat, yang ditegaskan melalui berbagai regulasi daerah, di antaranya Pergub No. 47 Tahun 2019, Keputusan Gubernur No. 381 Tahun 2021, dan SE Gubernur Bali No. 9 Tahun 2025 tentang Bali Bersih Sampah.
Regulasi tersebut menempatkan kepala desa, lurah, dan jro bendesa sebagai penanggung jawab pengelolaan sampah berbasis sumber.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. I Nyoman Gede Anom, M.Kes., dalam kesempatan yang sama menjelaskan bahwa pengelolaan limbah di fasyankes telah diarahkan untuk mengutamakan prinsip pencegahan dan pengurangan sejak dari sumber.
“Saat ini tren pengelolaan limbah adalah dengan meminimalkan timbulan limbah melalui prevention dan 3R (reduce, reuse, recycle),” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa sampah domestik menyumbang sekitar 80% dari total limbah di fasyankes, dan perlu dipisahkan secara ketat dari limbah medis atau bahan berbahaya. “Fasyankes wajib memilah sampah sejak dari sumber, menyediakan wadah sesuai jenis limbah, serta melabelinya dengan simbol yang tepat,” jelasnya.
Data terkini menunjukkan bahwa dari 633 fasyankes di Bali, baru sekitar 16,6% yang telah mengelola sampah domestik secara optimal, termasuk dengan metode seperti komposting, eco enzyme, dan bank sampah. “Kami mendorong seluruh fasyankes untuk menerapkan sistem pemilahan dan pengolahan mandiri agar tidak membebani TPA,” tambahnya.
dr. Anom juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mendukung kebijakan Pemprov Bali yang akan menutup seluruh TPA di Bali pada akhir 2025. “Dengan tidak adanya lagi TPA, maka satu-satunya jalan adalah mengelola sampah secara tuntas dari sumbernya,” tutupnya. (M/kb)