DENPASAR, Kilasbali.com – Rekasadana (pergelaran) Jegog Mebarung juga menjadi perhatian pengunjung Pesta Kesenian Bali (PK) XLVI di Art Center, Denpasar.
Lihat saja penampilan Yayasan Jegog, Sekaa Jegog Tingklik Seiko Niti Suara Kelurahan Tegalcangkring Kecamatan Mendoyo tampil mebarung bersama Seni Jegog Tingklik Sandi Suara, Desa Berangbang, Kecamatan Negara, Duta Kabupaten Jembrana di Kalangan Madya Mandala, Taman Budaya Provinsi Bali, Jumat (5/7).
Masing-masing sekaa jegog ini menampilkan tiga sajian seni, terdiri dari 2 tabuh yakni tabuh kreasi dan tabuh trungtungan kreasi serta sebuah sajian seni tari yang juga tergolong baru. Mereka saling bergilirian menyajikan tabuh.
Hal yang membuat penonton bersorak, ketika Sekaa Jegog Tingklik Seiko membuka dengan salam pembuka berbahasa Jepang Konnichiwa disela menyajikan tabuh pembuka dibawakan penuh semangat oleh para penabuh yang masih remaja itu.
Komang Oka, koordinator Sekaa Jegog Tingklik Seiko Niti Suara membawakan tiga materi, yakni Tabuh Trungtungan Kreasi berjudul “kulkul Banjar”, Tari Natha Sandhi, dan Tabuh Petegak Klasik “Gebyar Endeng”.
“Tabuh Trungtungan itu telah digarap oleh Wayan Gama Astawa, S.Sn , sementara Tari Nata Sandhi digarap oleh I Made Arya Maharasa pada 2023 dan I Nyoman Sutama sebagai penggarap karawitannya,” ucapnya.
Sementara Tabuh Petegak Klasik dengan judul Tabuh Petegak Klasik “Gebyar Endeng “ digarap oleh Kadek Ardana lalu dipopulerkan oleh I Wayan Gama.
“Tampil saat ini, kami membuat terobosan karena ingin membuat aura jegog lebih hidup dari pakem yang sudah ada. Maka kami sajikan dengan teknik yang lebih enerjik,” ucapnya.
Komang Oka mengatakan, penggenerasian kesenian jegog sangat bagus dan terus bermunculan yang baru. Di yayasan jegog ini yang telah berkecimpung 3 tahun telah membentuk sekaa generasi muda setingkat SD, SMP dan SMA.
Mereka merupakan generasi Jegog yang sangat potensial. “Masalah generasi, kami memiliki banyak anak muda yang kreatif dalam memainkan kesenian dari bambu ini,” ujarnya.
Hanya saja, lanjut Komang Oka, masalah yang ada itu justru di bagian bahan berupa bambu petung yang kini mulai langka.
“Pada saat ini, bahan bamboo susah mendapatkannya. Pemkab Jembrana mulai memprogramkan penanaman bambu jenis petung. Karena untuk bahan Jegog itu mesti berdiameter besar, panjang, dan kedua bilah bamboo keras,” jelasnya.
Selama ini, bahan bambu didatangkan dari daerah Gianyar dan Penebel, Tabanan. “Semoga dengan ditanamnya bibit bambu oleh Pemkab Jembrana, kedepan bisa mengatasi krisis bambu di Jembrana , sehingga bisa membuat jegog dengan bahan bambu yang kuat dan menghasilkan suara bagus. Kami berharap Pemkab dan Pemprov, kalau bisa dibuatkan program ajang seni yang lebih lanjut, kemudian bisa membuat kompetisi baik dari kabupaten dan provinsi,” sebutnya.
Sementara I Ketut Harmoni Artawijaya mengatakan, Seni Jegog Tingklik Sandi Suara mengatakan, untuk pentas kali ini pihaknya melibatkan 21 penabuh dan 3 orang penari. Pertama membawa tabuh kreasi “Berambang Murti”, kedua Tari Putri Bambu, lalu Tabuh Teruntungan “Paras Rubuh”.
“Tabuh Berambang Murti menceritakan tentang pura kerajaan kahyangan jagat agung di desa berambang. Ada sebuah nama bernama I Gusti Ngurah Berambang Murti. Tabuh ini diciptakan I Komang Diki Putra Sentana,” ucapnya.
Menurutnya, saat ini perkembangan kesenian jegog sudah memiliki pewaris. Penggenerasian telah dilakukan sejak lama oleh para leluhur.
“Penglingsir dari tiang kesulitan bahan bambu dan penabuhnya. Sekarang ada generasi penerus, kami bersyukur. Hanya saja untuk bahan Jegog yang agak sulit. Apalagi, kalau pentas mebarung, sering bilah-bilah alami retak, sehingga perlu stok banyak. Biasanya kami order bambu ke daerah Tabanan dan Gianyar,” sebutnya. (*)