DenpasarSeni Budaya

Genjek Gensos Mahardika Karangasem Tanpa Menampilkan Joged

    DENPASAR, Kilasbali.com – Sekaa Genjek Gensos Mahardika, Lingkungan Jasri Kaler, Kelurahan Subagan, Kabupaten Karangasem tampil memukau dihadapan ratusan pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVI di Kalangan Angsoka, Minggu (23/6/2024).

    Walau, para pengunjung itu sudah biasa mendengarkan kesenian genjek, tetapi tetap saja terpikat dengan alunan musik mulut dipadu dengan instrument gamelan yang sangat manis itu.

    Apalagi, dalam penampilannya memadukan unsur-unsur instrument yang baru, sehingga menjadikan sajian seni itu lebih menarik. Pengunjung PKB, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, wanita hingga wisatawan mancanegara rela duduk berdesak-desakan. Bahkan ada yang berdiri mirip sebuah pagar di pinggir kalangan. Pergelaran yang dimulai pukul 17.00 Wita itu memang menghibur dan mengedukasi kesenian rakyat di Bali Timur ini.

    Pada saat tampil, Sekaa Genjek Gensos Mahardika didukung oleh 24 pemain yang terdiri dari 1 orang sebagai vocal, 2 orang memainkan kendang, 2 orang memainkan angklung bambu, 2 orang memainkan suling, 1 orang memainkan kecek, 1 orang memainkan rindik, 1 orang memainkan kecapi dan 1 orang memainkan petuk, dan 1 memainkan gong pulu, kemudian sisanya bertugas sebagai cepak dan kesek.

    Pemain alat musik itu, tak hanya bertanggung jawab terhadap insrumen, tetapi juga terlibat sebagai genjek yang menyanyi bersama, sehingga memiliki warna suara yang beragam dan terdengar manis. Para pemain genjek yang mengenakan kain hitam, saput poleng, baju putih satin dan udeng batik lalu di telinga diselipi bunga pucuk tampil penuh enerjik. Seni rakyat yang sangat sederhana itu dikemas sangat memukau.

    Baca Juga:  Suguhkan "Wanti Warsa Pasraman", Sanggar Seni Puri Saraswati Magnet Pengunjung  PKB

    Dalam pergelarannya, Sekaa Genjek Gensos Mahardika membawakan sebanyak 9 lagu, diawali dari lagu Pengaksama (pembukaan). Selanjutnya membawakan lagu Komang Ayu, Pancang Sangian, Taman Ujung Sukasada, Nyai Nyoman, Makita Ngalih Kurenan, Adi Ayu, Karma Pala, lalu lagu penutup.

    Pembina Sekaa Gensos Ketut Nanda mengaku sekaa genjeknya masih eksis sejak didirikan tahun 1997. Bahkan sempat meraih juara 1 lomba Genjek se Bali di GWK tahun 2002. “ Untuk menjaga keaslian genjek kami, bahkan kami tidak mau direkam khusus alasannya karena ingin menampilkan kemurnian genjek , sehingga tidak membosankan,” terang Nanda.

    Kali ini, Sekaa Gensos tanpa menampilkan tarian seperti joged, karena sesuai permintaan dari Dinas Kebudayaan ingin menampilkan kemurnian genjek.

    “Biasanya kami pentas di masyarakat dibarengi joged karena permintaan Dinas Kebudayaan untuk penampilan di PKB tahun ini kami diminta membawakan kemurnian seni genjek asli Karangasem, padahal banyak sekaa genjek di Karangasem, kami ditunjuk dan mewakili kesenian khas ini di panggung PKB,” tandasnya.

    Sementara itu, dalam tampilannya 9 lagu dibawakan dengan penuh semangat diawali lagu pembuka. “Kami mengawali dengan lagu pembuka, maka diakhir pementasan kami sajikan lagu penutup,” tambah Ketua Sanggar Nengah Bandem.

    Baca Juga:  Kisah Maestro Gusti Nyoman Lempad Jadi Tauladan Generasi Muda

    Lagu-lagu itu lebih banyak mengisahkan tentang percintaan. Cinta, kasih sayang itu kisah yang sangat lumrah ada di masyarakat. Hal itu, banyak dilakukan dari kalangan anak-anak muda, sehingga menarik untuk diangkat.

    “Melihat kisah-kisah di lapangan itu, saya sebagai penggarap menjadikan itu inspirasi untuk membuat lagu-lagu genjek yang menarik,” ungkapnya.

    Gambaran seorang wanita yang sedang jatuh cinta dengan seorang laki-laki, demikian sebaliknya. Di situ ada cinta yang malu-malu tapi mau yang sangat menarik untuk diceritakan dalam lagu.

    “Kesan pertama itu menggebu-gebu, lalu pendekatan yang akhirnya ketemuan, selanjutnya jadian. Ini yang sering kami angkat dalam lagu-lagu cinta, namun tetap memasukan unsur edukasi etika dan moral,” imbuhnya.

    Selain itu, ada lagu yang mengedepankan tutur dan piteket-piteket. Pembelajan edukasi terkait dengan pedomana hidup. Sementara Lagu Ujung Sukasada itu sebagai lagu yang khusus untuk mempromosikan objek di daerah Karangasem yang sedang berkembang dengan pesatnya.

    Baca Juga:  Duta Kesenian Yogyakarta Hadir di PKB XLVI

    “Kami juga ingin memperkenalkan daerah kami yang memang layak untuk di kunjungi, seperti Ujung Sukasada ini, sehingga kami dibuatkan lagu,” tegasnya.

    Dalam lagu itu, menegaskan bagaimana sikap kita menjaga Taman Ujung Sukasada, sehingga tetap lestari dan semakin banyak yang berkunjung ke sana.

    “Sesungguhnya pementasan genjek itu sama, karena tampil dalam ajang pentas di PKB ini, kami menampilkan yang maksimal dengan membuat lagu-lagu baru, sehingga penonton tersentuh dan bisa menikmati dan bareng berinteraksi secara langsung,” paparnya.

    Menurut Nengah Bandem, iringan genjek itu tidak memiliki pakem, sehingga dirinya memasukan alat-alat musik yang lain untuk mendukung suasana pemantasan. Alat musik tambahan itu, bukan sekedar tempelan, tetapi dipadu menjadi satu sehingga terdengan serasi dan sangat manis.

    “Kalau iringan genjek pada umumnya itu instrumennya sama. Kadang-kadang hanya kendang dan suling saja, tetapi kami memasukan unsur musik lain,” imbuhnya. (rl/kb)

    Back to top button