DENPASAR, Kilasbali.com – Manggala Utama Pasikian Paiketan Krama Istri Desa Adat (PAKIS) MDA Provinsi Bali, Putri Koster sangat konsen memperjuangkan serta mengajegkan seni, adat, tradisi, dan budaya Bali.
Salah satu yang menjadi perhatiannya saat ini adalah keberadaan tari-tarian wali atau tari untuk upacara yadnya yang bersifat sakral, di antaranya tari Rejang. Ia berharap keberadaan tari Rejang bisa terus ajeg dan sesuai dengan pakem serta fungsi tari Rejang itu sendiri.
“Akhir-akhir ini semakin banyak jenis tarian Rejang yang bermunculan, saya harap keberadaan tari-tarian tersebut sudah sesuai dengan pakem dan nilai-nilai kesakralan tarian Rejang,” demikian ditegaskannya saat membuka webinar dengan tema “Ngerajegang Tari Rejang Ring Desa Adat” yang dilaksanakan dari Gedung Gajah, Jayasaba, Denpasar, Selasa (19/7).
Pendamping orang nomor satu di Bali itu pun mengatakan bahwa raung kreativitas masyarakat Bali sangat tinggi, sehingga bisa menciptakan karya seni, baik tari wali, bebali maupun balih-balihan. Hal itu tentu sangat baik, namun ia mengingatkan agar dalam penciptaan tari terutama untuk tari Wali harus sesuai dengan pakem, nilai dan norma keagamaan yang dianut.
Lebih lanjut, ia pun menyatakan apresiasi akan semangat masyarakat terutama para seniman dalam mengekspresikan rasa syukur dan cinta mereka kepada Hyang Widhi melalui penciptaan tari wali. “Saya harap melalui webinar kali ini, masyarakat banyak yang ikut dan lebih memahami unteng penciptaan dan peruntukan tari Rejang tersebut,” imbuhnya.
Untuk itu, wanita yang juga dikenal sebagai seniman serba bisa ini berharap, melalui webinar kali ini, para peserta yang mencapai seribu dan didominasi oleh para Manggala PAKIS Bali tingkat Desa Adat, tari Rejang beserta tari sakral lainnya bisa diajegkan serta digunakan sebagaimana fungsi dan tempat yang seharusnya.
Selain itu, ia juga tertarik mengetahui tentang beberapa tari sakral yang khas dimiliki oleh masing-masing daerah. Ny. Putri Koster mencontohkan tari Rejang dari Desa Sembiran Buleleng, yang kerap Ia saksikan dipentaskan saat upacara Yadnya di daerah itu.
“Saya tidak tahu, apakah tari sakral itu harus kita lestarikan dalam wujud tarian itu sendiri atau harus juga mengacu pada norma waktu dan tempat. Sehingga saat tari sakral yang berada di daerah A apakah bisa ditarikan juga di daerah B? tentu banyak pertanyaan dan saya harap bisa terjawab dalam webinar kali ini,” bebernya.
Ia pun berharap besar, melalui kegiatan-kegiatan yang digelar oleh PAKIS Bali bekerja sama dengan MDA dan Pemerintah, bisa menggerakkan motivasi masyarakat Bali untuk kembali ke jatidiri karma Bali yang sesungguhnya. Karena hal itu juga tertuang dalam visi misi Pemprov Bali, Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang dibesut oleh Gubernur Bali Wayan Koster. (m/kb)