DenpasarPolitik

Dewan Berang, Investasi Macet, OPD Kurang Dinamis

    GIANYAR, Kilasbali.com – Undang-undang Cipta Kerja (UU CK) yang diharapkan membawa angin segar bagi dunia investasi, nyatanya di daerah masih buntu. Karena sejumlah regulasi di daerah penerapan kurang dinamis dan cenderung menjadi kendala.

    Alhasil, iklim investasi yang diharapkan bergulir justru menuai jalan buntu. Hal itu terungkap dalam Rapat Hearing pimpinan Komisi I dan II dengan instansi terkait di DPRD Gianyar, Senin (11/4).

    Dari paparan pihak OPD, terdapat ketimpangan mendasar antara pusat dan Pemkab Gianyar mengenai lahan sawah yang dilindungi.

    Dalam Perda RTRW Gianyar tercatat ada 8 ribu hektar sawah yang dilindungi. Namun dari data Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang ditentukan oleh Pusat  sebanyak 10, 5 Ribu hektar.

    Ironisnya, dari kenyataan di lapangan, lahan-lahan yang sudah beralih fungsi justru masih berstatus sawah dan LSD pula.

    Baca Juga:  Hasil Survei, Koster-Giri Unggul Telak dengan Elektabilitas 70,4%

    Kondisi pula dijadikan dalih oleh OPD, khususnya  Dinas PUPR Gianyar dalam melayani perizinan IMB atau Persetujuan bangunan gedung ( PPG). Karena jika masuk zona LSD maka perizinan tidak bisa ditindaklanjuti.

    Ketua DPRD Gianyar, I Wayan Tagel Winarta yang memimpin rapat tak bisa menutupi kekecewaannya. Karena atas sistem kerja OPD yang dinilai kurang dinamis ini, banyak permohonan perizinan yang macet.

    Bahkan dari data yang adat sedikitnya dari 220 permohonan izin yang masuk sejak Agustus 2021, hanya 5 perizinan yang diterbitkan.

    “Ini sangat ironi, mengingat dampaknya sangat besar. Investasi ini adalah representasi dari potensi PAD, peluang kerja dan perputaran iklim perekonomian. Seyogyanya OPD harus lebih dinamis dalam artian tidak melanggar aturan namun disesuaikan dengan kondisi lapangan,” ungkap Tegel Winarta yang ditemui usai rapat.

    Mengenai status LSD, juga dinilai banyak yang tidak valid jika disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Karena dari pemantauannya, banyak titik lahan yang sudah alih fungsi, justru masih berstatus sawah.

    Baca Juga:  Tabanan Masuk Zona Kuning Jelang Hari Pencoblosan Pilkada 2024

    “Contohnya banyak, lahan di Kantor PUPR Gianyar hingga Stadion Kapten Dipta pun masih distatuskan sawah dalam LSD ini. Inikan perlu penyelarasan juga di lapangan. Intinya semua stakeholder seharusnya dinamis,” kesalnya.

    Atas kondisi ini pula, banyak kalangan menyampaikan keluhan. Mulai dari masyarakat pemilik lahan, investor hingga notaris. Disisi lain, sebutnya, sejumlah investor yang sudah memiliki lahan seperti di kawasan akomodasi wisata dan sudah mengantongi izin pusat  secara online (OSS) ataupun izin prinsip dari Pemkab justru kini terganjal.

    Baca Juga:  Mulyadi-Ardika Gagas Konsep Banjar Mart, Jadikan Banjar Sebagai Motor Ekonomi Terbawah

    “Ini bisa menjadi bumerang bagi iklim investasi kita. Padahal investor sebagai salah satu penggerak roda perekonomian sangat dibutuhkan sekarang ini,” terangnya.

    Lebih lanjut, untuk maksimalisasi pelayanan perizinan ini OPD diharapkan melakukan pendataan akurat mengenai kondisi lahan produktif. Sebagaimana dari ribuan hektar lahan sawah ini, dalam Perda RTRW sudah ditetapkan 8 ribu hektar sebagai sawah yang dilindungi. Dan dari jumlah ini dipastikan sudah melebihi potensi pemenuhan swasembada pangan di Gianyar.

    “Jadi perbedaan luas LSD ini jangan dijadikan kendala. Tapi seharusnya diselaraskan ke pusat. Kami di dewan akan teruams mendorong dan mendampingi,” pungkasnya. (ina/kb)

     

    Back to top button

    Berita ini dilindungi