DenpasarNews Update

Aliansi Bali Tidak Diam Bantah Aksi Tolak Omnibus Law Ditunggangi

    DENPASAR, Kilasbali.com – Aliansi Bali Tidak Diam menggelar jumpa pers untuk klarifikasi aksi massa yang menolak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), Kamis (8/10/2020) kemarin.

    Jumpa pers dilakukan di Kantor LBH Bali Jalan Plawa Denpasar, Jumat (9/10/2020).

    Menurut Juru Bicara Aliansi Bali Tidak Diam, Abror Torik Tanjilla, kronologi aksi di Jalan Sudirman dimulai saat massa berkumpul pukul 14.00 hingga pukul 18:15 wita polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa.

    “Akibat tembakan gas air mata ini 40 orang terkena gas air mata, belasan orang luka ringan, dan 5 orang pingsan. Setelah ada mediasi dengan warga sekitar yang merasa terganggu, pukul 21.00 wita masa perlahan bubar meninggalkan Kampus Unud Sudirman.

    Baca Juga:  Rayakan Natal dengan Classic Rock di TUJU Ubud

    Sementara Dewa Gede Satya Ranasika Kusuma, Ketua Bem Unud menyatakan aksi mahasiswa tidak ditunggangi pihak manapun, namun murni mewakili masyarakat menolak Omnibus Law yang terdiri dari gabungan mahasiswa, elemen masyarakat, dan elemen buruh.

    “Intinya yang ikut aksi adalah masyarakat Bali, tidak ada lokal dan non lokal. Isu sara tidak ada hubungannya dengan aksi,” ujarnya.

    Di lain sisi, Direktur LBH Bali Kadek Vanny Primaliranning mengatakan aksi menolak Omnibus Law karena dari 905 halaman draft UU Cipta Kerja, substansi yang ditolak diantaranya UU Lingkungan Hidup.

    Baca Juga:  Doa Bersama Lintas Agama untuk Sukseskan Pilkada Serentak di Bali

    Karena ada pemangkasan Amdal, hanya masyarakat terdampak yang bisa berikan masukan.

    Hilangnya prinsip keterbukaan informasi, izin lingkungan dihilangkan turunannya izin usaha yang terletak di pusat. Sehingga kearifan lokal tidak menjadi pertimbangan.

    Sedangkan Kadek Agus Nanda pendamping hukum dari LBH Bali menyampaikan dalam UU Ketenagakerjaan terkait Tenaga Kerja Asing (TKA) menjadi semakin mudah masuk, sehingga mengancam buruh yang posisinya akan diambil oleh TKA.

    Baca Juga:  Pemprov Bali Genjot PWA

    Masa kerja kontrak bisa semena-mena, membuka praktik outsourching seluas-luasnya, jam istirahat hanya 30 menit, pengupahan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil. UMK tidak lagi wajib karena sentralisasi dan pengupahan berdasarkan inflasi.

    Aliansi Bali Tidak Diam pada kesempatan ini juga meminta pembatalan UU Cipta Kerja dan mengecam tindakan represif aparat dalam mengamankan aksi.(sgt/kb)

    Back to top button

    Berita ini dilindungi