TABANAN, Kilasbali.com – Dinas Pertanian (Distan) Tabanan sedang melakukan inventarisasi aset dalam bentuk lahan perkebunan di Kecamatan Pupuan.
Pencatatan tersebut dilakukan sebagai program penataan aset yang dimiliki Pemkab Tabanan yang pada nantinya bisa memberi manfaat bagi optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD).
Apalagi soal optimalisasi aset daerah ini sempat menjadi bahan pembahasan dalam rapat kerja atau raker dengan Komisi III DPRD Tabanan beberapa waktu lalu.
“Selain program rutin dalam penataan aset, itu juga untuk mengikuti arahan waktu raker dengan Komisi III DPRD Tabanan,” jelas Kepala Distan Tabanan, I Made Subagia, belum lama ini.
Selain itu, yang paling penting dalam pencatatan ini adalah untuk mengonfirmasi data-data terbaru mengenai keberadaan lahan yang menjadi aset daerah.
“Karena ada baru beberapa sertifikat yang diberikan, lagi beberapa bidang, kepada kami oleh Bakeuda,” ungkapnya.
Sehingga, sambung Subagia, pihaknya ingin memastikan langsung ke lapangan untuk mengetahui keberadaan aset tersebut.
“Di mana lokasinya. Siapa petani yang menggarapnya. Khususnya di Desa Batungsel. Ada beberapa bidang. Kalau tidak salah tujuh atau delapan bidang,” imbuh Subagia.
Subagia yang memimpin langsung proses pencatatan itu menyebut, keberadaan aset dalam bentuk lahan perkebunan itu memang betul ada. Demikian juga dengan petani penggarapnya.
“Dalam kegiatan ini juga kami menyampaikan kepada mereka (petani penggarap). Bahwa, menggarap (lahan daerah) ada perdanya. Jadi ada kewajiban mereka untuk membayar retribusi ke kas daerah,” kata mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan ini.
Pihaknya berharap, dengan adanya kegiatan ini, petani tersebut bisa melakukan penggarapan secara produktif. Dan, di saat yang sama, hasil pengelolaan lahan tersebut juga memberikan manfaat dari sisi pendapatan daerah.
“Yang paling penting, memastikan aset itu benar ada dan sah milik negara. Kemudian, petani yang dipercaya untuk menggarapnya dengan produktif sehingga bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri dan ke kas daerah,” ucapnya.
Soal nominal retribusi sewa lahan perkebunan sebesar Rp 300 ribu per hektar dalam setahun yang sempat dinilai Komisi III DPRD Tabanan terlalu rendah, Subagia menyebut saat ini sedang diusulkan untuk dikaji ulang lewat tim appraisal.
“Sedang kami usulkan untuk dikaji ulang. Berapa layaknya sehingga sesuai dengan aturan pengelolaan aset,” bebernya.
Kendati demikian, Subagia menengarai bahwa rendahnya nominal sewa lahan perkebunan tersebut bisa disebabkan kondisi harga komoditas kopi di masa lalu yang relatif rendah. Sehingga nominal Rp 300 ribu ditetapkan sebagai harga sewa lahan tersebut.
“Makanya sekarang ada ruang untuk meninjau ulang perda itu. Tapi (revisi) itu kewenangan Bakeuda karena menyangkut appraisal yang timnya dari pihak kedua,” pungkasnya. (c/kb)