TABANAN, Kilasbali.com – Komisi IV DPRD Tabanan lagi getol-getolnya mengamati penyelenggaraan layanan kesehatan bagi masyarakat.
Persoalan terbaru yang sedang dikejar komisi yang membidangi salah satunya membidangi urusan kesehatan ini menyangkut informasi mengenai kerugian yang dialami Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tabanan yang diperkirakan mencapai Rp 31 miliar.
Bukan hanya RSUD Tabanan, kondisi yang sama juga dialami RS Singasana dengan perkiraan mencapai Rp 4,6 miliar.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi IV DPRD Tabanan belum lama ini, Selasa (4/2), kerugian itu dipicu adanya beberapa kriteria penyakit yang tidak ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Ditambah lagi, ada 144 jenis penyakit yang tidak bisa diklaim dengan menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.
Seperti diungkapkan Ketua Komisi IV DPRD Tabanan, I Gusti Komang Wastana, persoalan ini terhitung krusial. Sebab, ke depannya RSUD Tabanan berencana melakukan revitalitasi melalui skema Kerja Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
“Jangan sampai (hal ini) membuat gagal komitmen (rencana revitalisasi RSUD Tabanan) yang dibangun (melalui skema KPBU),” kata Wastana, Kamis (6/2).
Menurut politisi yang akrab disapa Mang Alang ini, persoalan kerugian yang dialami RSUD Tabanan cukup dilematis.
Di satu sisi, RSUD Tabanan merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang menerapkan manajemen mandiri secara ekonomi.
Sementara, BPJS Kesehatan memiliki beberapa kriteria penyakit yang bisa diklaim melalui status kegawatdaruratannya. Serta, ada ada 144 penyakit yang tidak bisa diklaim.
Namun, RSUD juga tidak bisa mengabaikan fungsinya sebagai lembaga sosial di bidang kesehatan.
Menurutnya, sesuai dengan hasil RDP, persoalan klaim ini paling sering muncul bila ada masyarakat yang hendak berobat malam hari melalui Unit Gawat Darurat (UGD) tanpa membawa surat rujukan sesuai mekanisme yang diberlakukan BPJS Kesehatan.
“Ketika menggunakan BPJS Kesehatan, rujukannya mesti ke RS tipe C. Sementara RS Tabanan tipe B. Di rumah, masyarakat yang mau berobat, panasnya 40 derajat. Dibawa ke rumah sakit, tapi panasnya jadi 38 derajat. Ketika dilayani sakitnya, tidak bisa diklaim pakai BPJS. Ini yang menyebabkan rumah sakit, bahasa kasarnya rugi,” bebernya.
Peliknya urusan klaim ini membuat pihaknya mendorong agar sosialisasi mengenai kriteria penyakit yang bisa diklaim maupun 144 penyakit yang tidak bisa diklaim dengan BPJS Kesehatan mesti dilakukan secara massif. “Masyarakat mesti mendapatkan informasi utuh dari Dinas Kesehatan,” katanya.
Di samping itu, program Puskesmas Rawat Inap dan layanan UGD yang telah diperpanjang jam pelayanannya juga mesti dimaksimalkan untuk memfilter masyarakat yang hendak ke RSUD Tabanan.
“Kami juga akan berkomunikasi ke Kementerian Kesehatan agar melakukan kajian dan menyampaikannya ke BPJS Pusat. Termasuk melalui teman-teman kami di DPR RI. Agar menyempurnakan aturan ini. Kan masyarakat tidak bisa memilih saki tapa. Bahkan, tidak ada (masyarakat) yang ingin sakit,” sergahnya. (c/kb)