SINGARAJA, Kilasbali.com – Pemerintah Desa Menyali, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng-Bali, melakukan inovasi mengolah sampah rumah tangga jadi pupuk.
Tak hanya disitu, Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) TPS3R Menyali Resik yang resmi beroperasi sejak bulan Desember 2022 lalu itu klaim, jika dalam proses pengolahan sampah berbasis bebas dari serbuan lalat hijau.
Perbekel Desa Menyali, I Made Jayaharta menceritakan, pengolahan sampah berbasis sumber sudah dimulai sejak bulan Desember 2022 lalu, dikelola KPP TPS3R Menyali Resik.
Awalnya, hanya bertujuan mengurangi volume sampah yang dihasilkan dari rumah tangga di desanya. Namun, seiring bertambahnya volume sampah yang didominasi sampah organik. Kemudian dirinya menginisiasi pemilahan dan pengolahan sampah.
“Inovasi ini mulai dari proses pemilahan hingga pengolahan sampah jadi pupuk organik (kompos) dilakukan didapat saat pelatihan yang diselenggarakan Dinas LH Buleleng. Soal bebas lalat hijau itu, menurut kami prosesnya saat pemilahan sampah itu, dimana tujuan pemilahan sampah dilakukan untuk menghilangkan bau sehingga terhindar dari serbuan lalat hijau,” terang Jayaharta, Senin (20/1).
Masih kata dia, teknis pengolahan sampai jadi pupuk membutuhkan estimasi waktu selama 7 minggu lamanya atau 49 hari. Tercatat, sampah yang diolah per hari sebanyak 5 kubik bersumber dari 220 rumah tangga.
Sampah diangkut oleh enam (6) orang tenaga menggunakan dua unit mobil pick up bantuan dari Dinas DLH Buleleng dan satunya lagi aset PemDes Menyali.
“Sampah yang masuk pengolahan jadi pupuk itu, hanya sampah organik saja. Sementara, sampah non organik atau sampah plastik juga kerta kita residu di TPA Bengkala. Sampah organik yang diolah jadi pupuk berupa buah busuk, serta daun yang bersumber dari sampah rumah tangga. Campuran pupuk yang kami hasilkan tersebut, terdiri dari sampah organik dicampur dengan kotoran basah kambing. Perbandingan kotoran kambing dengan sampah organik yakni, 30 kubik sampah organik dicampur dengan 10 kampil kotoran kambing. Pun dilengkapi dengan unsur E-4 dan cairan Eco Enzim,” ungkapnya.
Terkait Marketing (pemasaran) pupuk organik, Jayaharta mengaku dipasarkan sesuai order yang sudah tercatat melalui kelompok KPP Menyali Resik.
“KPP Menyali Resik sudah memiliki pelanggan tetap. Satu kampil pupuk organik dijual seharga Rp 15 ribu. Cukup murah sih, jika dibandingkan dari sisi manfaatnya. Pupuk ini lebih afdol, khususnya dipakai pada sektor perkebunan menyasar petani buah, misalnya buah durian, rambutan, mangga, cengkih, serta kopi. Jika untuk tanaman pertanian padi juga bisa,” jelasnya.
Kemudian dari sisi penganggaran, Perbekel Jayaharta pembuatan pupuk bersumber dari anggaran APBDes sebesar 20 persen per tahun dengan nomenklatur ketahanan pangan. Tak kalah penting, pupuk organik yang dihasilkan sudah melalui hasil uji tes laboratorium.
“Pengujian pupuk organik dilakukan di laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar. Unsur kandungan nutrisi untuk tanaman dari pupuk organik yang dihasilkan, dinilai sangat bagus sehingga kemungkinan hal itu yang membuat pupuk organik yang kami hasilkan cocok untuk tanaman perkebunan. Saat ini, kami belum memikirkan sisi keuntungan penjulan pupuk. Bagi kami, paling tidak inovasi yang dilakukan ini memberikan edukasi dan bermanfaat kepada masyarakat. Mensukseskan program ketahanan pangan serta pemberdayaan masyarakat. Melalui KPP Menyali Resik membuka lapangan kerja, dengan tujuan mengurangi tingkat angka pengangguran di Desa Menyali,” pungkasnya. (Ard/kb)