GIANYAR, Kilasbali.com – Kerajinan perak Desa Celuk Gianyar sempat jaya di era 1980an. Sayangnya, kerajinan dari perak itu kini ditinggal generasi muda.
Kala tahun itu, hampir di setiap rumah tangga menjadi industri perajin perak.
Perbekel Celuk, I Nyoman Rupadana menuturkan, saat itu hampir seluruh rumah tangga menjadi perajin perak.
Namun kini, generasi mudan enggan terjun ke perak.
“Mungkin jamannya yang memang sudah berbeda. Dari tahun ke tahun jumlah perajin perak yang aktif berkarya mengalami penurunan,” ungkapnya, Selasa (22/0).
Menurutnya, saat ini tersisa sekitar 100 rumah tangga.
“Jumlah KK kami sekitar 300an. Hampir seluruhnya masih mengerjakan cuma kadang-kadang karena faktor usia tidak ada regenerasi. Yang tua-tua sulit mengerjakan karena perlu ketajaman mata,” tuturnya.
Dengan semangat sejumlah perajin yang ada, pihaknya tetap berupaya untuk mempertahankan julukan Desa Celuk sebagai pusatnya kerajinan Perak di Bali, khususnya Gianyar.
“Intinya gimana caranya membangkitkan semangat generasi muda untuk menekuni perak,” ujarnya.
Rupadana pun menyambut antusias perhatian dari pemerintah untuk menjaga eksistensi perak di Celuk.
Salah satunya dengan keberadaan sentra industri kecil dan menengah (IKM) di Desa Celuk.
“Bersama Pemkab Gianyar dengan adanya gedung IKM Celuk dan pelatihan maupun pembinaan, kami berharap bisa mempertahankan dan menyandang konsep One Village One Produk,” harapnya.
Apalagi dengan kemajuan teknologi permesinan, Rupadana yakin jika dulu produksi kerajinan perak sebatas peralatan upacara seperti bokor, caratan, sangku, dan sejenisnya kini semakin bervariasi.
Desain dan motif tidak lagi terpaku pada desain dan pakem tradisional.
Kreasi-kreasi baru mulai dikembangkan sesuai keinginan pasar, khususnya selera wisatawan asing. (Ina/kb)