TABANAN, Kilasbali.com – Kasus dugaan intimidasi dalam masa kampanye Pilkada 2024 di Tabanan berujung dengan pelaporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat.
Hari ini, Minggu (6/10), dua orang korban dugaan intimidasi yang masing-masing berstatus sebagai pemangku dan warga biasa tersebut resmi membuat laporan.
Mereka didampingi tim pengacara calon gubernur dan wakil gubernur Bali nomor urut 1, I Made Muliawan Arya atau De Gadjah dan Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS), yang tergabung dalam Legal Advokat Gadjah Agus Suradnyana (LAGAS).
Adapun kedua korban dugaan intimidasi tersebut adalah pemangku Pura Melanting di Pasar Umum Tabanan, Ketut Widiana, dan warga Banjar Kesiut Tengah Kaja, Desa Kesiut, Kecamatan Kerambitan, I Nengah Heri Putra.
“Inti dari pelaporan ini peringatan bagi siapapun. Kami tidak akan gentar. Kami akan usut sampai manapun. Itu poin dari kami sampai melakukan pelaporan ini,” ujar anggota LAGAS, I Wayan Mustika Eko Yuda.
Selain itu, Eko juga menjelaskan bahwa pelaporan tersebut juga berdasarkan hasil analisa tim LAGAS terhadap keterangan awal yang diperoleh dari kedua korban beberapa waktu lalu. Pada intinya, sesuai keterangan tersebut, LAGAS menyimpulkan adanya dugaan unsur pelanggaran.
“Analisa kami dengan tim, itu sudah masuk (pelanggaran). Mudah-mudahan Bawaslu Tabanan sepaham dengan kami, bahwa unsur-unsurnya sudah sangat masuk pelanggaran,” imbuhnya.
Untuk itu, ia secara serius menegaskan bahwa pihaknya akan memproses dugaan-dugaan pelanggaran yang terjadi selama masa kampanye Pilkada 2024. “Siapapun yang akan menjadi korban lagi, kami akan turun dan buatkan laporan,” tegasnya.
Selain dari tim LAGAS, kedua korban dugaan intimidasi tersebut juga didampingi beberapa jajaran DPC Gerindra Tabanan yang diketuai I Putu Gede Juliastrawan. Mereka diterima langsung oleh jajaran pimpinan Bawaslu Tabanan.
“Kami menerima laporan ini dan kami jelaskan mekanisme pelaporan pelanggaran ke Bawaslu. Laporan itu dilakukan pelapor yang didampingi kuasa hukum yang mendapatkan kuasa,” jelas Ketua Bawaslu Tananan, I Ketut Narta.
Dalam prosesnya, sambung Narta, laporan korban akan dirangkum ke dalam form A1 yang berisi uraian kejadian dan siapa terlapornya. Selanjutnya, pelapor akan mendapatkan form A3 sebagai tanda terima laporan. “Hari ini sampai di sana (form A3),” jelasnya.
Narta menjelaskan, laporan tersebut nantinya akan dikaji oleh pimpinan Bawaslu dalam waktu dua kali 24 jam untuk memastikan apakah ada unsur pelanggaran atau tidak.
“Kalau ada pelanggaran, (prosesnya) lanjut. (Jenis pelanggarannya) pidana atau tidak. Saat ini, (Bawaslu) belum bisa menentukan ada atau tidak pelanggaran,” tukasnya. (c/kb).