DENPASAR, Kilasbali.com – Para perajin tradisional Bali sejak zaman dahulu memiliki semangat kebersamaan. Seorang perajin tak mempermasalahkan ketika hasil karya mereka ditiru karena prinsipnya adalah sejahtera bersama.
Namun, di zaman sekarang ini, perajin tradisional Bali tak bisa seperti lagi. Karena faktanya perajin banyak dirugikan oleh tindakan meniru yang dilakukan oleh pihak tak bertanggung jawab.
Selain merugikan secara ekonomi, pengalaman menunjukkan bahwa perajin tradisional Bali juga rentan tertimpa masalah hukum karena kekurangpahaman mereka terhadap HAKI.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali, Putri Suastini Koster saat menjadi narasumber ‘Deseminasi, Perlindungan, Penegakan dan Komersialisasi Kekayaan Intelektual’ di Denpasar, Kamis (10/11) petang.
Perempuan yang akrab disapa Bunda ini lantas menuturkan kejadian yang menimpa motif kerajinan logam. Suatu saat seorang eksportir membawa sebuah konsep ke perajin untuk dibuatkan perhiasan.
Selanjutnya, perajin mengerjakan dengan sentuhan ukiran, sehingga membuat karya yang dipesan tampak lebih indah dibandingkan konsep yang diberikan.
“Nah, ketika suatu saat si perajin membuat lagi model yang sama, ternyata hak ciptanya sudah didaftarkan oleh si pengusaha. Akhirnya si perajin tersangkut masalah hukum,” tuturnya.
Guna mencegah kejadian itu, Putri Koster mengingatkan perajin Bali dan pelaku IKM agar mengikuti arus dan tuntutan yang berkembang. “Harus proaktif mendaftarkan hak cipta,” ajaknya. (jus/kb)