GianyarHiburanPariwisataPeristiwaSeni Budaya

Iringan Patung Sembilan Dedari Tarik Minat Warga

    GIANYAR, Kilasbali.com – Iringan patung anyaman sembilan dedari/bidadari, menarik perhatian warga dan pengguna jalan di Jalur Mas, Peliatan-Tegallalang, Minggu (13/3). Terlebih kendaraan pick up yang mengangkut patung spektakuler ini berjalan pelan dengan pengawalan patwal dan diiringi tabuh baleganjur.

    Karya ini merupakan hasil keroyokan puluhan seniman yang pesan khusus untuk mempercantik Alas Harum Luwak Coffee, Tegallalang.

    Patung bidadari ini adalah gagasan pemilik Alas Harum Luwak Coffee Made Ardana, Made Suardama dan Made Nano yang secara khusus digarap oleh seniman Agus Eri Putra dari Banjar Kelingkung, Lodtunduh, Ubud bersama luluhan rekannya.

    Menariknya, perjalanan 9 bidadari ini dikawal Patwal dan dua perangkat gong baleganjur sehingga memagnet perhatian warga dan pengguna jalan.

    Baca Juga:  Bawaslu Gianyar Diminta Laksanakan Fungsi CAT

    Made Ardana menjelaskan, 9 bidadari ini akan menghiasi tempat wisatanya. Filosofi 9 bidadari ini adalah, keseimbangan dalam kecantikan. Sebagai cerminan dari Alas Harum yang cantik luar dalam.

    Foto/ist : Iringan patung bidadari dari anyaman menyedot perhatian

    Pihaknya sengaja memesan sembilan patung bidadari ini dari Agus Heri, karena melihatnya sebagai salah satu seniman kreatif yang selalu mengembangkan karyanya.

    “Sisi lainnya, kami merasakan kerinduan seniman lokal untuk berkarya. Itulah kami membuat 9 bidadari ini sebagai wadah seniman untuk berkreasi,” ujarnya.

    Baca Juga:  Komisi II Tegaskan Perbaikan SDN 1 Geluntung Masuk Prioritas di 2025

    Sementara Agus Heri usai mengantar patung tersebut mengatakan, patung tersebut seutuhnya dari anyaman bambu. Prosesnya memakan waktu hingga tiga bulan.

    Pihaknya tidak sendiri dalam menyelesaikan patung tersebut. Namun dibantu oleh 23 perupa lainnya yang berasal dari Desa Lodtunduh.

    Kata dia, pembuatan patung ini juga sebagai bentuk kerinduan para perupa dalam mengekspresikan kreativitas, di tengah sempat dilarangnya pembuatan ogoh-ogoh.

    Baca Juga:  Rayakan Natal dengan Classic Rock di TUJU Ubud

    “Ini sebagai wadah kami dalam mengekspresikan diri membuat karya seni pengganti ogoh-ogoh,” ujarnya.

    Lanjutnya, selama proses pembuatannya, ia juga mempekerjakan masyarakat setempat, terutama dalam hal membuat ulatan atau anyaman. Sementara untuk bahannya, ia membelinya dari petani bambu di Bangli.

    “Untuk bahannya saja, kami menghabiskan biaya kurang lebih 130 juta,” pungkasnya. (ina/kb)

    Back to top button

    Berita ini dilindungi