GIANYAR, Kilasbali.com – Jika Prajuru Desa Adat Gianyar serius berjuang, polemik lahan Pasar Umum Gianyar antara Desa Adat Gianyar dengan Pemkab Gianyar, maka lebih efektif menempuh upaya hukum. Sebagaimana saran dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gianyar yang telah disampaikan Bendesa Adat beberapa lalu, mengajukan gugatan ke pengadilan adalah upaya yang paling efektif.
Saran itu juga didukung oleh tokoh asal Desa Adat Gianyar, Ngakan Made Rai yang juga Pimpinan Garda Pejuang Penerus Aspirasi Rakyat (GARPPAR) Gianyar. Ditemui Selasa (16/2/2021), Rai yang kini dipercaya menjadi Ketua DPD Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, di Gianyar ini, menyebutkan jika rujukan terkait polemik lahan ini sudah jelas.
Bebernya, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 6 Tahun 2018 pasal 24 ayat (7), bahwa dalam hal terdapat pihak yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan pemberitahuan tertulis agar segera mengajukan gugatan ke pengadilan.
Dan berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah pasal 30 ayat (1) huruf c, jangka waktu yang diberikan terkait pengajuan gugatan ke pengadilan terhadap data fisik dan yuridis yang disengketakan adalah 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik dihitung sejak disampaikannya pemberitahuan tersebut.
Pada kesempatan ini, Ngakan Rai pun mempertanyakan dasar pertimbangan Bendesa Adat Gianyar yang mengabaikan saran BPN ini. Pihakya sangat menyayangkan ketika Bendesa adatnya justru minta di mediasi. “Langkah Bendesa ini justru menjadi pertanyaan kami sebagai krama adat Gianyar. Kalau sudah merasa mempunyai keyakinan atau fakta-fakta hukum yang dinilai cukup kuat, seyogyanya tanpa ragu menggugat ke pengadilan. Langkah ini akan jauh lebih efektif daripada menandal bersurat ke berbagai lembaga yang hanya buang-buang energi,” ujarnya.
Dalam hal melakukan tindakan hukum, Rai juga menyarankan agar semua langkah yang dilakukan Bendesa dan Prajuru Desa Adat Gianyar harus mendapatkan legitimasi atau persetujuan krama desa adat. Karena hingga kini beragam persepsi pun berkembang dengan langkah Bendesa adat ini. Bahkan krama kini terkotak kotak dengan langkah yang diambil aparat Desa Adat.
“Semestinya, kalau mau transparan, setiap langkah yang akan diambil Prajuru Desa harus mendapat persetujuan krama, dimulai dari persetujuan paruman banjar. Selanjutnya kelian dari masing-masing banjar akan menyampaikan hasil paruman banjar ke paruman desa,” tegasnya.
Tentang Sorotan Bendesa Gianyar Dewa Swardana yang menyebutkan bahwa semenjak bupati sekarang muncul banyak masalah. Menurutnya justru sebaliknya. Justru saat Bendesa Adat Gianyar yang sekarang banyak menimbulkan masalah.
Mulai dari masalah tawur kesanga, bersurat ke BPN, kasus kulkul Pura Puseh Gianyar, koperasi desa dan mohon perlindungan Kapolda Bali tanpa melalui paruman krama Desa Adat Gianyar. “Semenjak Bendesa Gianyar saat inilah, yang saya rasakan sebagai krama banyak muncul masalah di Desa Adat Gianyar,” pungkasnya. (ina/kb)