JEMBRANA, Kilasbali.com – Sepucuk surat yang diduga ditulis mantan Bupati Jembrana dua periode, I Gede Winasa tersebar luas di media sosial.
Winasa yang kini mendekam di balik jeruji besi lantaran terjerat kasus korupsi di Rutan Kelas II B Negara, diduga mencurahkan isi hatinya melalui tulisan tangan lengkap dengan tandatangannya.
“Hak politik saya dan hak asasi saya sangat dikebiri di Rutan Negara. Saya tidak bisa menghubungi keluarga, anak dan istri, tanpa alasan yang jelas.
Setiap gerak diawasi karena ayah Patriana Krisna. Saya tidak bisa dikunjungi siapa saja, benar-benar merasa dizolimi. Tapi saya tetap tegar dan sehat. Sampaikan ke media sekarang”
Menanggapi hal tersebut, Kepala Rutan Kelas IIB Negara Bangbang Hendra Setyawan mengaku baru mengetahui informasi yang berkembang di media sosial tersebut Senin (7/9/2020) pagi. Ia diberitahu oleh bagian pengamanan dan sejumlah temannya.
Mengenai isi dari surat tersebut, pihaknya menyatakan untuk kunjungan memang sudah ada aturan yang telah ditentapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) untuk pemangkasan kunjungan atau lockdown kunjungan. Bahkan, hingga saat ini masih dan diperpanjang hingga bulan Desember.
“Sehingga hingga saat ini Rutan Negara tetap melaksanakan petunjuk dari pusat tersebut. Ini semua berlaku untuk warga binaan. Namun kami hanya menerima barang titipan, misalnya makanan dari keluarganya yang menjadi warga binaan” ujarnya.
Terkait dengan hak politik yang dikatakan dalam surat tersebut dikebiri, pihaknya menyatakan tetap mengedepankan hak-hak warga binaan salah satunya hak dalam politik yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah nomor 58 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggungjawab perawatan.
Disebutkan dalam paragraf 8 pasal 41 dialenia 1 tahanan tetap memiliki hak-hak politik sesuai dengan penjelasannya yang dimaksud dengan hak politik hak dalam memilih. “Namun hak politik yang dimaksud Winasa itu dalam surat hak politik seperti apa, kami belum tau karena kami belum meminta keterangan kepada yang bersangkutan,” jelasnya.
Pihaknya menegaskan berkomunikasi dari pihak keluarga atau teman warga binaan masih dibatasi dan tidak hanya terhadap I Gede Winasa saja namun berlaku tehadap semua warga binaan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Ia pun menyatakan surat yang ditulis oleh Winasa itu tidak benar.
“Sebenarnya posisi kami serba salah. Yang bersangkutan (Winasa) bagian dari warga binaan yang bisa menggunakan fasilitas umum. Namun saat ini semua dibatasi dimasa-masa seperti pandemic Covid-19 saat ini membuat pihak keluarganya menanyakan hal ini, sehingga kita terlihat diskriminasi. Padahal kita disini tetap mengedepankankan hak-hak warga binaan,” tegasnya.
Dijelaskannya komunikasi bisa dilakukan pihak keluarga apabila nantinya benar-benar ada hal yang dikomunikasikan diluar kepentingan politik. Komunikasi dengan pihak keluarga bisa dilakukan jika pihak keluarga mau membuat surat pernyataan.
Selain itu juga harus disaksikan oleh kedua belah pihak dan saksi independent agar nantinya tidak pihak rutan yang yang disalahkan. Terlebih pihaknya tidak berani menjamin jika nantinya komunikasi itu bukan komunikasi politik.
“Ini sangat sensitive. Hal ini kita lakukan, lantaran tidak berani menjamin jika yang bersangkutan mau memanfaatkan komunikasi apakah itu sekedar komunikasi atau komunikasi politik. Mengingat anaknya sebagai calon,” tandasnya. (gus/kb)