DENPASAR, Kilasbali.com – Pj. Gubernur Bali S.M. Mahendra Jaya memimpin High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali yang bertajuk “Mewujudkan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Melalui Penguatan Lahan Pangan Berkelanjutan, Pengairan, dan Benih Unggul”.
Kegiatan ini berlangsung di Ruang Tirta Gangga, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Denpasar, pada Senin (17/2).
Dalam kesempatan tersebut, ia menekankan pentingnya langkah strategis untuk menjaga inflasi sesuai target. “Target kita berada pada rentang 2,5% ± 1%, jadi harus dijaga agar tidak melebihi batas tersebut. Inilah gunanya kita duduk bersama,” tegasnya.
Acara ini turut dihadiri oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali R. Erwin Soeriadimadja, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN Dr. Ferry Irawan, Koordinator Kelompok Kerja Harga Pangan Produsen dan Konsumen Badan Pangan Nasional Dr. I Gusti Ketut Astawa, serta seluruh Tim TPID Provinsi Bali.
Meskipun angka inflasi Bali lebih tinggi dibandingkan nasional, yakni 2,41% (yoy) berbanding 0,76% (yoy), namun secara umum masih tergolong moderat dalam rentang 2,5%.
Hal ini menunjukkan aktivitas ekonomi yang sehat serta daya beli masyarakat yang tetap baik. Selain itu, ia menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi Bali pada 2024 mencapai 5,48%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebesar 5,03%.
Ia juga menguraikan beberapa faktor penyebab inflasi, seperti gangguan cuaca ekstrem yang menghambat produksi dan distribusi pangan, kenaikan harga BBM, kebijakan distribusi gas elpiji 3 kg, meningkatnya harga Crude Palm Oil (CPO) dan emas global yang berdampak pada kenaikan harga minyak goreng dan perhiasan, serta perkiraan meningkatnya permintaan canang sari dan sembako pada Februari–Maret.
“Kondisi ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah karena berpengaruh pada daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi Bali,” tambahnya.
Pagi itu, Pj. Gubernur Mahendra Jaya juga menegaskan agar TPID terus mendorong pertumbuhan ekonomi Bali agar tetap positif di atas 5%.
“Hal ini akan mendukung daya beli masyarakat di tengah tantangan inflasi,” tandasnya, seraya mengapresiasi kerja keras TPID yang telah bekerja sama ngrombo menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi di Bali.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali R. Erwin Soeriadimadja menjelaskan bahwa acara ini bertujuan menjaga stabilitas harga sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di Bali.
Ia mengakui bahwa meskipun inflasi Bali lebih tinggi dari nasional, namun masih dalam batas koridor inflasi nasional sekitar 2,5%. “Ini adalah hasil kerja keras kita bersama, tetapi kita tetap harus mewaspadai tekanan inflasi ke depan,” ujarnya.
Menurutnya, inflasi terbesar di Bali disumbang oleh sektor makanan, minuman, dan tembakau yang mencapai 8,36%. “Beberapa komoditas hortikultura juga mengalami inflasi, tetapi fokus kita tetap pada stabilitas sektor makanan dan minuman,” imbuhnya.
Pada 2025, ia menekankan beberapa faktor yang perlu diwaspadai dalam menekan inflasi, baik global maupun nasional. Dari sisi global, perang dagang dan krisis energi dapat berdampak pada inflasi. Sementara di tingkat nasional, tantangan utama dalam waktu dekat adalah hari besar keagamaan dan libur panjang.
“Di sisi lain, Bali juga menghadapi tantangan internal, seperti berkurangnya luas lahan sawah yang menyebabkan penurunan produksi pangan. Oleh karena itu, sektor pertanian dan perikanan harus diperkuat demi mewujudkan ketahanan pangan,” jelasnya.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN Dr. Ferry Irawan menambahkan bahwa HLM TPID telah menyepakati tiga langkah strategis untuk menjaga inflasi tetap stabil. Langkah-langkah tersebut adalah: (1) menjaga inflasi 2025 pada kisaran 2,5% ± 1% guna mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional, (2) menjaga inflasi komponen Volatile Food (VF) pada kisaran 3,5–5,0%, serta (3) memperkuat koordinasi pusat dan daerah dengan menetapkan Peta Jalan Pengendalian Inflasi 2025–2027.
“Program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPP) di berbagai wilayah Indonesia akan terus dilanjutkan pada 2025 untuk mendukung ketahanan pangan dan stabilitas harga,” pungkasnya.(M/kb)